BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Salah satu dari lima unsur manajemen yang
paling menentukan adalah manusia. Sementara empat unsur yang lain seperti Uang,
material, mesin dan metode hanya alat untuk mendukung kinerja SDM dalam
mewujudkan tujuan organisasi. Sebuah organisasi baik privat maupun publik akan
mudah mencapai tujuannya apabila didukung dengan SDM yang profesional.
Profesional dalam arti memiliki kapabilitas dan integritas.
Era
globalisasi adalah era yang sedang dihadapi oleh setiap bangsa pada saat ini
dan merupakan era di mana dunia menjadi terbuka dan ini menuntut kesiapan
sumber daya manusia untuk semakin sadar akan adanya keterbukaan juga menuntut
kesadaran akan hak dan kewajibannya sebagai insan berbudaya. Pengaruh budaya
global tersebut secara disadari maupun tidak, pada suatu saat akan sampai
kepada setiap bangsa di dunia, tidak terkecuali bangsa Indonesia. Oleh
karenanya, apapun unsur yang terkandung di dalam era global tersebut menuntut
kesiapan suatu bangsa dalam menghadapinya, khususnya kesiapan sumber daya
manusianya.
Dalam praktinya, sumber daya mannusia harus selalu
dilakukan pengawasan dan pengendalian. Hal ini agar dapat tercapainya suatu
tujuan yang efektif dan efisien.
Selain itu, guna mengahadapi era globalisasi yang
semakin menuntut performa yang terbaik harus didukung dengan pembinaan tepat
guna agar dihasilkan sumber daya manusia yang mampu berdaya saing.
1.2.
Rumusan Masalah
1. Apa pengertian, tujuan dan manfaat
pengukuran kinerja ?
2. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
SDM ?
3. Apa metode/model pengukuran kinerja SDM
kesehatan ?
4. Apa hambatan dan masalah dalam
penentuan kinerja ?
5. Apa pengertian, tujuan, manfaat dan
lingkup dari wasdal ?
6. Apa macam dan teknik/metode wasdal ?
1.3
Tujuan
1.
Mengetahui tentang pengertian, tujuan dan manfaat pengukuran kinerja
2.
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja SDM
3.
Mengetahui metode/model pengukuran kinerja SDM kesehatan
4.
Mengetahui Hambatan dan masalah dalam penentuan kinerja
5.
Mengetahui pengertian, tujuan, dan lingkup wasdal
6.
Mengetahui macam/teknik wasdal
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.1
Pengertian Pengukuran Kinerja
Pengertian
Kinerja Kinerja merupakan gambaran mengenai sejauh mana keberhasilan atau
kegagalan organisasi dalam menjalankan tugas dan fungsi pokoknya dalam rangka
mewujudkan sasaran, tujuan, visi, dan misinya. Dengan kata lain, kinerja
merupakan prestasi yang dapat dicapai oleh organisasi dalam periode tertentu.
Menurut Fauzi (1995:207) “Kinerja merupakan suatu istilah umum yang digunakan
untuk sebagian atau seluruh tindakan atau aktivitas dari suatu organisasi pada
suatu periode, seiring dengan referensi pada sejumlah standar seperti
biaya-biaya masa lalu atau yang diproyeksikan, suatu dasar efisiensi,
pertanggungjawaban atau akuntabilitas manajemen dan semacamnya”.
Menurut
Mulyadi (2001:337) “Kinerja adalah keberhasilan personil, tim, atau unit
organisasi dalam mewujudkan sasaran strategik yang telah ditetapkan sebelumnya
dengan perilaku yang diharapkan.” Kinerja perusahaan merupakan sesuatu yang
dihasilkan oleh suatu perusahaan dalam periode tertentu dengan mengacu pada
standar yang ditetapkan. Kinerja perusahaan hendaknya merupakan hasil yang
dapat diukur dan menggambarkan kondisi empirik suatu perusahaan dari berbagai
ukuran yang disepakati.
Jadi,
dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah kemampuan, usaha, dan kesempatan
personel, tim, atau unit organisasi dalam melaksanakan tugasnya untuk
mewujudkan sasaran strategik yang telah ditetapkan. Keberhasilan pencapaian
strategik yang menjadi basis pengukuran kinerja perlu ditentukan ukurannya, dan
ditentukan inisiatif 10 11 strategik untuk mewujudkan sasaran-sasaran tersebut.
Sasaran strategik beserta ukurannya kemudian digunakan untuk menentukan target
yang dijadikan basis penilaian kinerja. Oleh karena itu, pengukuran kinerja
adalah tindakan pengukuran yang dapat dilakukan terhadap aktivitas dari
berbagai rantai nilai yang ada pada perusahaan. Hasil pengukuran tersebut
kemudian digunakan sebagai umpan balik yang akan memberikan informasi tentang
pelaksanaan suatu rencana di mana perusahaan memerlukan penyesuaian atas
aktivitas perencanaan dan pengendalian tersebut.
2.1.2 Tujuan Pengukuran
Kinerja
Secara
umum tujuan dilakukan pengukuran kinerja adalah untuk (Gordon, 1993 : 36) :
a.
Meningkatkan motivasi karyawan dalam memberikan kontribusi kepada organisasi.
b.
Memberikan dasar untuk mengevaluasi kualitas kinerja masing-masing karyawan.
c.
Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan sebagai dasar untuk
menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan dan pengembangan
karyawan.
d.
Membantu pengambilan keputusan yang berkaitan dengan karyawan, seperti produksi,
transfer dan pemberhentian.
Pengukuran
kinerja dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu tahap persiapan dan tahap
pengukuran. Tahap persiapan atas penentuan bagian yang akan diukur, penetapan
kriteria yang dipakai untuk mengukur kinerja, dan pengukuran kinerja yang
sesungguhnya. Sedangkan tahap pengukuran terdiri atas pembanding kinerja
sesungguhnya dengan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya dan kinerja yang
diinginkan (Mulyadi, 2001: 251).
Pengukuran
kinerja memerlukan alat ukur yang tepat. Dasar filosofi yang dapat dipakai
dalam merencanakan sistem pengukuran prestasi harus disesuaikan dengan strategi
perusahaan, tujuan dan struktur organisasi perusahaan. Sistem pengukuran
kinerja yang efektif adalah sistem pengukuran yang dapat memudahkan manajemen
untuk melaksanakan proses pengendalian dan memberikan motivasi kepada manajemen
untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerjanya.
2.1.3 Manfaat Pengukuran Kinerja
Berikut adalah alasan
mengapa organisasi mengadopsi pengukuran kinerja (Behn, 2003)
a. Untuk Mengevaluasi
Yakni untuk mengevaluasi seberapa baik suatu organisasi berkinerja. Proses
evaluasi ini terdiri dari dua variabel: data kinerja organisasi dan patokan yang menciptakan
suatu kerangka untuk menganalisis data kinerja tersebut.
b. Untuk Mengendalikan
Manajer memiliki kebutuhan untuk memastikan bahwa bawahan mereka
telah melakukan pekerjaan mereka secara benar. Organisasi pun menciptakan
sistem pengukuran yang menentuan tindakan tertentu apa yang harus dilakukan oleh
karyawan. Setelah itu, mereka pun mengevaluasi apakah sang karyawan betul-betul
telah melakukan apa yang telah ditugaskan kepada mereka dan membandingkannya
dengan standar kinerja.
c. Untuk Menganggarkan
Anggaran adalah perangkat mentah untuk meningkatkan kinerja.
Kinerja yang buruk tidak selalu berubah menjadi baik ketika dilakukan
pemotongan anggaran sebagai tindakan disipliner. Terkadang penaikan anggaran
lah yang menjadi jawaban untuk peningkatan kinerja.
d. Untuk Memotivasi
Para karyawan perlu diberikan target yang signifikan untuk mereka raih dan
lalu menggunakan ukuran kinerja -termasuk target antara- untuk memfokuskan
ernergi para karyawan dan memberikan perasaan telah mencapai sesuatu. Target
kinerja juga bisa mendorong munculnya kreativitas dalam mengembangkan cara-cara
yang lebih baik untuk mencapai suatu tujuan.
e. Untuk Merayakan
Organisasi perlu memperingati prestasi-prestasi yang mereka raih, karena
ritual semacam peringatan ini bisa mengikat orang-orang yang ada di dalam tim,
memberikan mereka perasaan terikat. Perayaan merupakan aktivitas yang
mengeksplisitkan pengakuan atas prestasi dan pencapaian.
f. Untuk Bisa Belajar
Pembelajaran merupakan suatu hal yang dibutuhkan oleh organisasi untuk bisa
terus berkembang. Pembelajaran ini bisa didapat dengan mengevaluasi kinerja
sendiri, semisal dengan mengidentifikasi apa-apa saja yang berhasil dan yang
tidak. Dengan mengevaluasi hal ini, organisasi akan bisa pelajari alasan di
balik kinerja baik dan buruk.
g. Untuk Mengembangkan
Organisasi harus belajar tentang apa-apa yang harus dilakukan secara
berbeda untuk memperbaiki kinerja. Oleh karenanya organisasi membutuhkan umpan
balik untuk menilai kesesuaian rencana dan arahan serta target sehingga bisa
didapatkan pengertian mana-mana saja perihal yang perlu diperbaiki dan
dikembangkan.
2.2.1 faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja SDM
a. Efektifitas dan efisiensi
Bila
suatu tujuan tertentu akhirnya bisa dicapai, kita boleh mengatakan bahwa
kegiatan tersebut efektif tetapi apabila akibat-akibat yang tidak dicari
kegiatan menilai yang penting dari hasil yang dicapai sehingga mengakibatkan
kepuasan walaupun efektif dinamakan tidak efesien. Sebaliknya, bila akibat yang
dicari-cari tidak penting atau remeh maka kegiatan tersebut efesien
(Prawirosentono, 1999:27).
b. Otoritas (wewenang)
Otoritas
menurut adalah sifat dari suatu komunikasi atau perintah dalam suatu organisasi
formal yang dimiliki seorang anggota organisasi kepada anggota yang lain untuk
melakukan suatu kegiatan kerja sesuai dengan kontribusinya (Prawirosentono,
1999:27). Perintah tersebut mengatakan apa yang boleh dilakukan dan yang tidak
boleh dalam organisasi tersebut.
c. Disiplin
Disiplin
adalah taat kepda hukum dan peraturan yang berlaku (Prawirosentono, 1999:27).
Jadi, disiplin karyawan adalah kegiatan karyawan yang bersangkutan dalam
menghormati perjanjian kerja dengan organisasi dimana dia bekerja.
d. Inisiatif
Inisiatif
yaitu berkaitan dengan daya pikir dan kreatifitas dalam membentuk ide untuk
merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan tujuan organisasi.
2.3.1 Metode/model Pengukuran Kinerja
SDM kesehatan
Model dan Metode Penilaian Kinerja
Mangkunegara, (2009) model penilaian kinerja yaitu:
a.
Penilaian sendiri Penilaian sendiri adalah pendekatan yang paling umum
digunakan untuk mengukur dan memahami perbedaan individu. Akurasi didefinisikan
sebagai sikap kesepakatan antara penilaian sendiri dan penilaian lainnya. Other
Rating dapat diberikan oleh atasan, bawahan, mitra kerja atau konsumen dari
individu itu sendiri. Penilaian sendiri biasanya digunakan pada bidang sumber
daya manusia seperti: penilaian, kinerja, penilaian kebutuhan pelatihan,
analisa peringkat jabatan, perilaku kepemimpinan dan lainnya. Penilaian sendiri
dilakukan bila personal mampu melakukan penilaian terhadap proses dan hasil
karya yang mereka laksanakan sebagai bagian dari tugas organisasi.Penilaian
sendiri atau dipengaruhi oleh sejumlah faktor kepribadian, pengalaman,
pengetahuan dan sosio demografi seperti suku dan kependidikan. Dengan demikian
tingkat kematangan personal dalam menilai hasil karya menjadi hal yang patut
diperhatikan.
b.
Penilaian atasan Pada organisasai pada kematangan tingkat majemuk, personal
biasanya dinilai oleh manajer yang tingkatnya lebih tinggi, penilaian ini yang
termasuk dilakukan oleh supervisor atau atasan langsung.
c.
Penilaian mitra Penilaian mitra lebih cocok digunakan pada kelompok kerja yang
mempunyai otonomi yang cukup tinggi. Dimana wewenang pengambilan keputusan pada
tingkat tertentu telah didelegasikan oleh manajemen kepada anggota kinerja
kelompok kerja. Penilaian mitra dilakukan oleh seluruh anggota kerja kelompok
dan umpan 16 balik untuk personal yang dinilai yang dilakukan oleh komite kerja
dan bukan oleh supervisor. Penilaian mitra biasanya lebih ditujukan untuk
pengembangan personal dibandingkan untuk evaluasi.
d.
Penilaian bawahan Penilaian bawahan terhadap kinerja personal terutama
dilakukan dengan tujuan untuk pengembangan dan umpan balik personal. Bila
penilaian ini digunakan untuk administratif dan evaluasi, menetapkan gaji dan
promosi maka penggunaan penilaian ini kurang mendapat dukungan, program
penilaian bawahan terhadap manajer dalam rangka perencanaan dan penilaian
kinerja manajer. Program ini meminta kepada manajer untuk dapat menerima
penilaian bawahan sebagai umpan balik atas kemampuan manajemen mereka.
Menurut
Lumbanraja dan Nizma, (2010), metode penilaian prestasi dapat dibagi menjadi
dua bagian, yaitu: a. Metode yang berorientasi pada masa lalu
1)
Rating Scale: Pengukuran dilakukan berdasarkan skala prestasi (kuantitatif dan
kualitatif) yang sudah baku.
2)
Checklist: Metode ini memerlukan penilaian untuk menyeleksi pernyataan yang
menjelaskan karakteristik karyawan.
3)
Critical Incident Method: pengukuran dilakukan berdasarkan catatan aktivitas
seorang karyawan dalam periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam perilaku
positif dan negatif.
4)
Field Review Method: Pengukuran dilakukan dengan langsung meninjau lapangan.
5)
Performance Test and Observation: Penilaian prestasi kerja dapat dilaksanakan
didasarkan pada suatu test keahlian.
6)
Comparative Evaluation Approach: Pengukuran dilakukan dengan membandingkan
prestasi kerja seorang karyawan dengan karyawan lain.
Metode
yang berorientasi pada masa depan
a.
Self appraisal: Teknik evaluasi ini berguna bila tujuan evaluasi diri adalah
untuk melanjutkan pengembangan diri.
b.
Psycological appraisal: penilaian ini biasanya dilakukan oleh seorang psikolog,
terutama digunakan untuk menilai potensi karyawan.
c.
Management By Objectives: Pengukuran ber-dasarkan pada tujuan-tujuan pekerjaan
yang terukur dan disepakati bersama antara karyawan dan atasan-nya.
d.
Assesment Center: bentuk penilaian yang di standarisasi, tergantung pada tipe
berbagai penilai.
2.4.1 Hambatan dalam penentuan kinerja
Penilaian
yang dilakukan dengan baik sesuai dengan fungsinya akan sangatmenguntungkan
organisasi, yaitu akan dapat meningkatkan kinerja. Akan tetapi,dalam proses
melakukan penilaian unjuk kerja yang baik ini terdapat beberapatantangan,
yaitu:
Kesalahan Penilai
Proses
penilaian tentu saja dilakukan oleh manusia yang tidak pernah luput
darikesalahan-kesalahan, yang dapat diakibatkan keterbatasan manusia dalam
melihatsesuatu. Para ahli mengemukakan beberapa kecenderungan kesalahan
penilaian yangharus diperhatikan, yaitu:
a).Hallo Effect
Yaitu
penyimpangan yang terjadi karena pendapat pribadi/subyektif penilaimempengaruhi
penilaian untuk kerja. Pendapat tersebut umumnya dipengruhi olehciri-ciri
pegawai (biasanya tunggal) yang mengesankan seseorang sangat disukai atautidak
disukai oleh penilai, misalnya seorang pegawai yang cantik mempengaruhi
penilaian seseorang.
b).The Error of
Central Tendency
Yaitu
penilai tidak senang memberikan penilaian jelek atau baik kepada
pegawai,sehingga cenderung menilai secara rata-rata.
c).The Leniency
and Strictness Biases
Yaitu
penilai terlalu lunak atau terlalu keras. Terlalu lunak mengakibatkan
penilaicenderung memberikan nilai terlalu tinggi, dan terlalu keras
mengakibatkan penilaimemberikan nilai terlalu rendah sehingga tidak
mencerminkan pelaksanaan unjuk kerja yang sesungguhnya.
d).Personal
Prejudice
Yaitu
penilaian didasarkan atau dipengaruhi oleh prasangka-prasangka yang tidak baik terhadap suatu kelompok masyarakat, misalnya
suku atau jenis kelamin darikelompok mana pegawai berasal
2.4.2 Masalah dalam
penentuan kinerja
Begitu
bermanfaat dan powerful-nya peranan manajemen kinerja, namun dalam
pelaksanaannya seringkali terdapat persoalan, baik dari sisi atasan maupun sisi
bawahan. Dari sisi atasan sebagai pejabat penilai ada keengganan menerapkannya
karena faktor-faktor sebagai berikut :
Formulir
dan tata cara penilaian seringkali sulit untuk dimengerti di mana
kriteria-kriteria yang digunakan tidak jelas pengertiannya atau memiliki
pengertian yang kabur, sehingga menimbulkan multi interpretasi, dan tata
caranya berbelit-belit.
Atasan
tidak memiliki cukup waktu untuk menerapkan manajemen kinerja, karena persoalan
pertama tadi,tidak ingin berkonfrontasi dengan bawahan, terutama mereka yang
dinilai kinerjanya kurang baik. Sebab keengganan ini yaitu atasan tidak punya
argumentasi yang kuat akibat tidak jelasnya kriteria penilaian yang digunakan.
Selain itu atasan tidak ingin merusak hubungan baik dengan bawahan, misalnya
karena satu nilai buruk, padahal hubungan baik sangat penting untuk bekerja
sama dengan bawahan.
Atasan
kurang mengetahui rincian pekerjaan sehingga tidak mengerti aspek-aspek apa
yang harus diperhatikan ketikan melakukan penilaian dengan menggunakan kriteria
yang telah ditetapkan. Hal ini berpengaruh pada kemampuan atasan memberikan
umpan balik secara efektif guna perbaikan kinerja bawahan. Logikanya, bagaimana
ia bisa memberikan masukan bila ia tidak mengerti betul liku-liku pekerjaan
bawahan.
Sedangkan
keengganan dari sisi bawahan sebagai pihak yang dinilai adalah :
Pengalaman
buruk di masa lalu, di mana atasan memperlakukan kinerja bawahan yang kurang
baik dengan sinis atau acuh sehingga bawahan tidak mendapatkan umpan balik yang
bermanfaat bagi perbaikan kinerjanya.
Bawahan
tidak suka dikritik, terutama bila dikaitkan dengan kinerjanya. Hal ini mungkin
karena poin pertama, di mana atasan hanya bisa mengkritik tanpa memberikan
jalan keluar yang jelas.
Ada
rasa takut karena ketidakjelasan kriteria dan standar penilaian sehingga baik
buruknya kinerja bawahan menjadi sangat subyektif (unsur suka atau tidak suka
atasan terhadap bawahan amat dominan terhadap nilai kinerja bawahan), padahal
hasil penilaian kinerja menentukan banyak hal penting bagi bawahan, di antaranya
kenaikan pangkat, gaji dan perolehan bonus/insentif.
Bawahan
tidak mengerti betul manfaat diterapkannya manajemen kinerja seperti yang telah
diuraikan sebelumnya. Hal ini karena kurang sosialisasi peran penting manajemen
kinerja bagi keberhasilan organisasi.
2.5.1 Pengertian Wasdal
Definisi
Controlling atau pengawasan dan pengendalian (wasdal) adalah proses untuk
mengamati secara terus menerus pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana kerja
yang sudah disusun dan mengadakan koreksi jika terjadi. Controlling atau
pengawasan adalah fungsi manajemen dimana peran dari personal yang sudah
memiliki tugas, wewenang dan menjalankan pelaksanaannya perlu dilakukan
pengawasan agar supaya berjalan sesuai dengan tujuan, visi dan misi perusahaan.
Di dalam manajemen perusahaan yang modern fungsi control ini biasanya dilakukan
oleh divisi audit internal. Pengawasan merupakan fungsi manajemen yang tidak
kalah pentingnya dalam suatu organisasi. Semua fungsi manajemen yang lain,
tidak akan efektif tanpa disertai fungsi pengawasan.
Dalam
hal ini, Louis E. Boone dan David L. Kurtz (1984) memberikan rumusan tentang
pengawasan sebagai: “the process by which manager determine wether actual
operation are consistent with plans”. Sementara itu, Robert J. Mocker
sebagaimana disampaikan oleh T. Hani Handoko (1995) mengemukakan definisi
pengawasan yang di dalamnya memuat unsur esensial proses pengawasan, bahwa:
“pengawasan manajemen adalah suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar
pelaksanaan dengan tujuan – tujuan perencanaan, merancang sistem informasi
umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan
sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan, serta mengambil
tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan
dipergunakan dengan cara paling efektif dan efisien dalam pencapaian
tujuan-tujuan perusahaan.” Dengan demikian, pengawasan merupakan suatu kegiatan
yang berusaha untuk mengendalikan agar pelaksanaan dapat berjalan sesuai dengan
rencana dan memastikan apakah tujuan organisasi tercapai. Apabila terjadi
penyimpangan di mana letak penyimpangan itu dan bagaimana pula tindakan yang
diperlukan untuk mengatasinya
1. Pengertian
Pengawasan SDM
Banyak penulis di bidang manajemen
mengemukakan pandangannya tentang pengertian dari pengawasan, salah satunya
Schermerhorn. Pengawasan menurut Schermerhorn seperti yang dikutip Ernie
Tisnawati dan Kurniawan, adalah suatu proses dalam menetapkan
kinerja dan pengambilan tindakan yang dapat mendukung pencapaian hasil yang
diharapkan sesuai dengan kinerja yang telah ditetapkan tersebut. Sedangkan
menurut Stoner, Freeman, dan Gilbert yang juga dikutip oleh Ernie Tisnawati dan
Kurniawan menyataka bahwa control is the process of ensuring that
actual activities conform the plannedactivities.
Sedikit berbeda dengan pengertian di
atas, Sadali Samsudin mendefenisikan pengawasan SDM sebagai suatu kegiatan
manajemen dalam mengadakan pengamatan terhadap sekurang-kurangnya tujuh aspek,
yaitu:
a.
Sumber daya manusia yang ada dalam
organisasi,
b.
Sumber daya manusia yang benar-benar
dibutuhkan organisasi
c.
Pasaran sumber daya manusia yang ada
dan memungkinkan
d.
Kualitas sumber daya manusia yang
dimiliki dan yang ada di pasaran tenaga kerja
e.
Kemampuan individual dari setiap
sumber daya manusia dalam organisasi
f.
Upaya meningkatkan kemampuan sumber
daya manusia dalam organisasi
g.
Semangat kerja sumber daya manusia.
2. Pengertian
Pengendalian SDM
Adalah
suatu proses yang digunakan untuk mempengaruhi para anggota organisasi agar
menerapkan strategi organisasi untuk melakukan kegiatan yang mengarah ke tujuan
yang diinginkan.
Pengendalian
manajeman adalah semua usaha perusahaan yang mencakup metode, prosedur dan
strategi perusahaan yang mengacu pada efisiensi dan efektivitas operasional
perusahaan (organisasi), agar dipatuhinya kebijakan manjemen serta tercapainya
tujuan perusahaan (organisasi). Jadi, bisa dipahami bahwa adanya pengendalian
ini dalam rangka mencapai keefektifan dan keefisiensian kinerja dari organisasi
yang dalam pembahasan ini berkenaan dengan sumber daya manusia untuk mencapai
tujuan dari organisasi. sementara itu, pengendalian dalam kaitannya dengan
akuntansi didefinisikan sebagai hubungan antara prosedur dan sistem yang berkaitan
dengan pencapaian tujuan perusahaan (organisasi).
2.5.2 Tujuan Wasdal
1.
Tujuan Pengawasan SDM
Griffin
menyebutkan bahwa terdapat empat tujuan dari pengawasan ini, seperti yang
dikutip Ernie Tisnawati dan Kurniawan. Keempat tujuan tersebut adalah adaptasi
lingkungan, meminimalkan kegagalan, meminimalkan kegagaln, dan mengantisipasi
kompleksitas dari organisasi itu sendiri.
a.Adaptasi
Lingkungan
Organisasi
akan tetap solid jika organisasi tersebut dapat terus beradaptasi dengan
perubahan yang terjadi di lingkungan organisasi baik lingkungan yang bersifat
internal maupun lingkungan eksternal.
b.Meminimalisir
Kegagalan
Semisal
dalam suatu perusahaan. Ketika perusahaan melakukan kegiatan produksi,
perusahaan berharap agar kegagalan seminimal mungkin. katakanlah perusahaan
memiliki target produksi 10.000 unit, maka perusahaan tersebut ingin produksi
dapat menghasilkan produk sebanyak yang diinginkan perusahaan itu. Seandainya
ketika bagian produksi ternyata hanya mampu menghasilkan 9000 unit yang memnuhi
standar, dan 1000 unit lagi tidak memenuhi standar, maka perusahaan mengalami
1000 unit kegagalan dalam produksi, dan sudah pasti kegagalan tersebut sangat
merugikan perusahaan. Oleh karena itu, dengan menjalankan pengawasan, maka
tingkat kegagalan akan dapat diminimalisir.
c.Meminumkan
Biaya
Selain
bertujuan untuk meminimalisir kegagalan, pengawasan juga mempunyai tujuan untuk
meminimumkan biaya. Sebagaimana contoh di atas, ketika perusahaan mengalami
kegagalan sebanyak 1000 unit, maka akan ada pemborosan biaya sebanyak 1000 unit
yang tidak memberikan keuntungan bagi perusahaan. Oleh jarena itu, pengawasan
melalui penetapan standar tertentu dalam meminimumkan kegagalan dalam produksi
misalnya, akan dapat meminimumkan biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan.
d.Antisispasi
Kompleksitas Organisasi
Tentunya
tiap organisasi ingin selalu bergerak maju, yakni semakin berkembang.
Berkembangnya suatu organisasi tentu akan membawa dampak pada semakin kompleks
masalah yang akan dihadapi. Jika hal tersebut tidak diatasi, maka sudah dapat
dipastikan organisasi tersebut akan terpuruk di saat kemajuan telah di depan
mata. Oleh karena itu, pengawasan jelas memiliki peranan penting untuk menjamin
bahwa kompleksitas tersebut dapat diantisipasi dengan baik.
2.Tujuan Pengendalian SDM
Perlunya
pengendalian dalam suatu organisasi disebabkan oleh karena halhal sebagai
berikut:
a.
Perubahan kondisi saat ini selalu banyak mengalami perubahan, banyaknya
persaingan akibat munculnya rumah sakit swasta baru, adanya alat-alat canggih
yang baru, adanya peraturan baru dan sebagainya.
b.
Kompleksitas
Makin
besar organisasi, makin kompleks atau rumit masalah yang dihadapi. Klinik yang
kecil tentunya lebih simple untuk melakukan pengendalian atau pengawasan
dibandingan dengan sebuah Rumah Sakit yang besar.
c.
Kemungkinan membuat kesalahan
Kemungkinan
kesalahan ini bisa terjadi pada bawahan maupun manajer, oleh karena itu
pengendalian atau pengawasan diperlukan sehingga bila ada kesalahan bisa
dideteksi.
2.5.3 Lingkup Wasdal
1. Ruang Lingkup Pengawasan SDM
Seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya, menurut Sadali Samsudin mendefenisikan
pengawasan SDM sebagai suatu kegiatan manajemen dalam mengadakan pengamatan
terhadap sekurang-kurangnya tujuh aspek, yaitu:
a. Sumber daya manusia yang ada dalam
organisasi,
b. Sumber daya manusia yang benar-benar
dibutuhkan organisasi
c. Pasaran sumber daya manusia yang ada
dan memungkinkan
d. Kualitas sumber daya manusia yang
dimiliki dan yang ada di pasaran tenaga kerja
e. Kemampuan individual dari setiap sumber
daya manusia dalam organisasi
f. Upaya meningkatkan kemampuan sumber
daya manusia dalam organisasi
g. Semangat kerja sumber daya manusia.
Dengan
memperhatikan berbagai aspek dalam pengawasan sumber daya manusia ini, perlu
adanya suatu tolok ukur atau penetapan standar minimal yang memungkinkan
ketercapaian sasaran-sasaran pada tiap
aspeknya dengan baik dan terkendali. Menurut Sadali Samsudin, ketentuan standar
minimal tersebut antara lain sebagai berikut:
a.
Jumlah personil yang harus ada dalam organisasi atau perusahaan yang
bersangkutan untuk mencapai sasaran yang ingin dicapai.
b.
Kualitas kemampuan tenaga kerja yang bagaimana yang harus mengisi berbagai
bagian dalam organisasi dengan segala jenis latar belakang pendidikannya.
c.
Sasaan apa saja pada tiap bagian yang ingin dicapai dan keterkaitan antara
bagian-bagian tersebut sehingga dalam mencapai sasaran organisasi dapat
dilakukan secara sistematis.
d.
Pola karier dari para karyawan dalam organisasi yang berpengaruh terhadap
peningkatan prestasi kerja, dan sebagainya.
Namun,
perlu diingat bahwa inti dari pengawasan bukan hanya sebatas pada penilaian
berkaitan dengan berjalan atau tidaknya rencana yang telah ditetapkan, akan
tetapi termasuk tindakan koreksi yang mungkin diperlukan maupun penentuan
sekaligus penyesuaian standar yang terkait dengan pencapaian tujuan dari waktu
ke waktu.
2.6.
Teknik/Meode
Wasdal
A. Penetapan standar
pelaksanaan (perencanaan)
Tahap
pertama dalam pengendalian adalah penetapan standar pelaksanaan. Standar
mengandung arti sebagai suatu satuan pengukuran yang dapat digunakan sebagai “patokan”
untuk penilaian hasil-hasil. Standar adalah kriteria-kriteria untuk mengukur
pelaksanaan pekerjaan. Kriteria tersebut dapat dalam bentuk kuantitatif ataupun
kualitatif. Standar pelaksanaan (standard performance) adalah suatu pernyataan
mengenai kondisi-kondisi yang terjadi bila suatu pekerjaan dikerjakan secara
memuaskan.
Standar
pelaksanaan pekerjaan bagi suatu aktifitas menyangkut kriteria: ongkos, waktu,
kuantitas, dan kualitas. Tipe bentuk standar yang umum adalah:
a).Standar-standar
fisik, meliputi kuantitas barang atau jasa, jumlah langganan, atau kualitas
produk.
b).
Standar-standar moneter, yang ditunjukkan dalam rupiah dan mencakup biaya
tenaga kerja, biaya penjualan, laba kotor, pendapatan penjualan, dan lain-lain.
c).Standar-standar
waktu, meliputi kecepatan produksi atau batas waktu suatu pekerjaan harus
diselesaikan.
B. Penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan
Penentuan
standar akan sia-sia bila tidak disertai berbagai cara untuk mengukur
pelaksanaan kegiatan nyata. Oleh karena itu, tahap kedua dalam pengendalian
adalah menentukan pengukuran pelaksanaan kegiatan secara tepat.
D. Pengukuran pelaksanaan kegiatan
Setelah
frekuensi pengukuran dan sistem monitoring ditentukan pengukuran pelaksanaan
dilakukan sebagai proses yang berulang-ulang dan terus-menerus. Ada berbagai
cara untuk melakukan pengukuran pelaksanaan yaitu pengamatan (observasi),
laporan-laporan (lisan dan tertulis), pengujian (tes), atau dengan pengambilan
sampel.
E. Pembandingan pelaksanaan dengan standar dan
analisa penyimpangan
Tahap
kritis dari proses pengawasan adalah pembandingan pelaksanaan nyata dengan
pelaksanaan yang direncanakan atau standar yang telah ditetapkan.
F. Pengambilan tindakan koreksi bila
diperlukan
Bila
hasil analisa menunjukkan perlunya tindakan koreksi, tindakan ini harus
diambil.1 Metode/tekhnik Wasdal
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
1.
Pengertian
Pengukuran Kinerja merupakan gambaran mengenai sejauh
mana keberhasilan atau kegagalan organisasi dalam menjalankan tugas dan fungsi
pokoknya dalam rangka mewujudkan sasaran, tujuan, visi, dan misinya.
2.
Tujuan
Pengukuran Kinerja dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu
tahap persiapan dan tahap pengukuran. Tahap persiapan atas penentuan bagian
yang akan diukur, penetapan kriteria yang dipakai untuk mengukur kinerja, dan
pengukuran kinerja yang sesungguhnya.
3.
Manfaat
Pengukuran Kinerja yaitu untuk Mengevaluasi, mengendalikan,
menganggarkan
4.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi kinerja SDM yaitu efektifitas,
efisiensi, otoritas (wewenang), disiplin
5.
Metode/model Pengukuran
Kinerja SDM kesehatan adalah pendekatan yang
paling umum digunakan untuk mengukur dan memahami perbedaan individu, Penilaian
atasan Pada organisasai pada kematangan tingkat majemuk
6.
Hambatan
dalam penentuan kinerja yaitu penilaian yang dilakukan dengan baik sesuai dengan fungsinya akan
sangatmenguntungkan organisasi, yaitu akan dapat meningkatkan kinerja.
7.
Masalah
dalam penentuan kinerja begitu bermanfaat dan
powerful-nya peranan manajemen kinerja, namun dalam pelaksanaannya seringkali
terdapat persoalan, baik dari sisi atasan maupun sisi bawahan
8.
Pengertian
Wasdal adalah proses untuk mengamati secara terus
menerus pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana kerja yang sudah disusun dan
mengadakan koreksi jika terjadi.
9.
Tujuan Pengawasan dan Pengendalian SDM menurut Griffin menyebutkan bahwa terdapat
empat tujuan dari pengawasan ini, seperti yang dikutip Ernie Tisnawati dan
Kurniawan. Keempat tujuan tersebut adalah adaptasi lingkungan, meminimalkan
kegagalan, meminimalkan kegagaln, dan mengantisipasi kompleksitas dari
organisasi itu sendiri dan perubahan kondisi saat
ini selalu banyak mengalami perubahan, banyaknya persaingan akibat munculnya
rumah sakit swasta baru, adanya alat-alat canggih yang baru, adanya peraturan
baru dan sebagainya.
10. Lingkup Wasdal yaitu seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, menurut Sadali Samsudin mendefenisikan pengawasan SDM sebagai suatu
kegiatan manajemen dalam mengadakan pengamatan terhadap sekurang-kurangnya
tujuh aspek.
11. Teknik/Meode Wasdal adalah Tahap pertama dalam pengendalian
adalah penetapan standar pelaksanaan. Standar mengandung arti sebagai suatu
satuan pengukuran yang dapat digunakan sebagai “patokan” untuk penilaian
hasil-hasil
Daftar
Pustaka
Amstrong,
Mischael, 1999. Manajemen Sumber Daya Manusia. Terjemahan Sofyan dan Haryanto.
PT. Elex Media Komputindo. Jakarta.
Mangkunegara,
Anwar Prabu . 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Remaja Rosdakarya. Bandung
Luthans, F. 2005.
Organizational Behavior. New York: McGraw-hill.
Mathis, R.L. &
J.H. Jackson. 2006. Human Resource Management: Manajemen Sumber Daya Manusia.
Terjemahan Dian Angelia. Jakarta: Salemba Empat.
Nurlaila, 2010.
Manajemen Sumber Daya Manusia I. Penerbit LepKhair.
Prawirosentono,
Suryadi. 1999. Kebijakan Kinerja Karyawan. Yogyakarta: BPFE.
Rivai, Vethzal
& Basri. 2005. Peformance Appraisal: Sistem yang tepat untuk Menilai
Kinerja Karyawan dan Meningkatkan Daya Saing Perusahan. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada.
Robbins, Stephen
P., 1996. Perilaku Organisasi Jilid II, Alih Bahasa HadayanaPujaatmaka,
Jakarta, Prenhalindo.
Adikoesoemo,
Suparto. 2003. Manajemen Rumah Sakit. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Ernie Tisnawati
Sule dan Kurniawan Saefullah. 2008. Pengantar Manajemen; Edisi Pertama.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Handoko, T. Hani.
2008. Manajemen Personalia & Sumberdaya Manusia. Cetakan keenam belas.
Yogyakarta: BFE.
Richard L. Daft.
2003. Manajemen; Edisi 6 Buku 2, terj. Diana Angelica. Jakarta: Salemba Empat.
Sadili Samsudin.
2010. Manajemen Sumber Daya Manusia,cet. 3. Bandung: Pustaka Setia.
Thomas Sumarsan.
2010. Sistem Pengendalian Manajemen: Konsep, Aplikasi, dan Pengukuran
Kinerja,cet. 1. Jakarta: Indeks.
Tulus, Moh. Agus.
1992. Manajemen Sumber Daya Manusia, Buku Panduan Mahasiswa. Jakarta: Gramedia.
https://id.wikipedia.org/wiki/Pengukuran_kinerja(diakses pada 21 Mei 2014)
0 komentar:
Posting Komentar