Sabtu, 16 Desember 2017

TUGAS MSDM

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Salah satu dari lima unsur manajemen yang paling menentukan adalah manusia. Sementara empat unsur yang lain seperti Uang, material, mesin dan metode hanya alat untuk mendukung kinerja SDM dalam mewujudkan tujuan organisasi. Sebuah organisasi baik privat maupun publik akan mudah mencapai tujuannya apabila didukung dengan SDM yang profesional. Profesional dalam arti memiliki kapabilitas dan integritas. 

Era globalisasi adalah era yang sedang dihadapi oleh setiap bangsa pada saat ini dan merupakan era di mana dunia menjadi terbuka dan ini menuntut kesiapan sumber daya manusia untuk semakin sadar akan adanya keterbukaan juga menuntut kesadaran akan hak dan kewajibannya sebagai insan berbudaya. Pengaruh budaya global tersebut secara disadari maupun tidak, pada suatu saat akan sampai kepada setiap bangsa di dunia, tidak terkecuali bangsa Indonesia. Oleh karenanya, apapun unsur yang terkandung di dalam era global tersebut menuntut kesiapan suatu bangsa dalam menghadapinya, khususnya kesiapan sumber daya manusianya.
Dalam praktinya, sumber daya mannusia harus selalu dilakukan pengawasan dan pengendalian. Hal ini agar dapat tercapainya suatu tujuan yang efektif dan efisien.
Selain itu, guna mengahadapi era globalisasi yang semakin menuntut performa yang terbaik harus didukung dengan pembinaan tepat guna agar dihasilkan sumber daya manusia yang mampu berdaya saing.

1.2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian, tujuan dan manfaat pengukuran kinerja ?
2. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja SDM ?
3. Apa metode/model pengukuran kinerja SDM kesehatan ?
4. Apa hambatan dan masalah dalam penentuan kinerja ?
5. Apa pengertian, tujuan, manfaat dan lingkup dari wasdal ?
6. Apa macam dan teknik/metode wasdal ?



1.3 Tujuan
1. Mengetahui tentang pengertian, tujuan dan manfaat pengukuran kinerja
2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja SDM
3. Mengetahui metode/model pengukuran kinerja SDM kesehatan
4. Mengetahui Hambatan dan masalah dalam penentuan kinerja
5. Mengetahui pengertian, tujuan, dan lingkup wasdal
6. Mengetahui macam/teknik wasdal

























BAB II
PEMBAHASAN
2.1.1 Pengertian Pengukuran Kinerja
Pengertian Kinerja Kinerja merupakan gambaran mengenai sejauh mana keberhasilan atau kegagalan organisasi dalam menjalankan tugas dan fungsi pokoknya dalam rangka mewujudkan sasaran, tujuan, visi, dan misinya. Dengan kata lain, kinerja merupakan prestasi yang dapat dicapai oleh organisasi dalam periode tertentu. Menurut Fauzi (1995:207) “Kinerja merupakan suatu istilah umum yang digunakan untuk sebagian atau seluruh tindakan atau aktivitas dari suatu organisasi pada suatu periode, seiring dengan referensi pada sejumlah standar seperti biaya-biaya masa lalu atau yang diproyeksikan, suatu dasar efisiensi, pertanggungjawaban atau akuntabilitas manajemen dan semacamnya”.
Menurut Mulyadi (2001:337) “Kinerja adalah keberhasilan personil, tim, atau unit organisasi dalam mewujudkan sasaran strategik yang telah ditetapkan sebelumnya dengan perilaku yang diharapkan.” Kinerja perusahaan merupakan sesuatu yang dihasilkan oleh suatu perusahaan dalam periode tertentu dengan mengacu pada standar yang ditetapkan. Kinerja perusahaan hendaknya merupakan hasil yang dapat diukur dan menggambarkan kondisi empirik suatu perusahaan dari berbagai ukuran yang disepakati.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah kemampuan, usaha, dan kesempatan personel, tim, atau unit organisasi dalam melaksanakan tugasnya untuk mewujudkan sasaran strategik yang telah ditetapkan. Keberhasilan pencapaian strategik yang menjadi basis pengukuran kinerja perlu ditentukan ukurannya, dan ditentukan inisiatif 10 11 strategik untuk mewujudkan sasaran-sasaran tersebut. Sasaran strategik beserta ukurannya kemudian digunakan untuk menentukan target yang dijadikan basis penilaian kinerja. Oleh karena itu, pengukuran kinerja adalah tindakan pengukuran yang dapat dilakukan terhadap aktivitas dari berbagai rantai nilai yang ada pada perusahaan. Hasil pengukuran tersebut kemudian digunakan sebagai umpan balik yang akan memberikan informasi tentang pelaksanaan suatu rencana di mana perusahaan memerlukan penyesuaian atas aktivitas perencanaan dan pengendalian tersebut.
2.1.2 Tujuan Pengukuran Kinerja
Secara umum tujuan dilakukan pengukuran kinerja adalah untuk (Gordon, 1993 : 36) :
a. Meningkatkan motivasi karyawan dalam memberikan kontribusi kepada organisasi.
b. Memberikan dasar untuk mengevaluasi kualitas kinerja masing-masing karyawan.
c. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan sebagai dasar untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan dan pengembangan karyawan.
d. Membantu pengambilan keputusan yang berkaitan dengan karyawan, seperti produksi, transfer dan pemberhentian.
Pengukuran kinerja dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu tahap persiapan dan tahap pengukuran. Tahap persiapan atas penentuan bagian yang akan diukur, penetapan kriteria yang dipakai untuk mengukur kinerja, dan pengukuran kinerja yang sesungguhnya. Sedangkan tahap pengukuran terdiri atas pembanding kinerja sesungguhnya dengan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya dan kinerja yang diinginkan (Mulyadi, 2001: 251).
Pengukuran kinerja memerlukan alat ukur yang tepat. Dasar filosofi yang dapat dipakai dalam merencanakan sistem pengukuran prestasi harus disesuaikan dengan strategi perusahaan, tujuan dan struktur organisasi perusahaan. Sistem pengukuran kinerja yang efektif adalah sistem pengukuran yang dapat memudahkan manajemen untuk melaksanakan proses pengendalian dan memberikan motivasi kepada manajemen untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerjanya.
2.1.3 Manfaat Pengukuran Kinerja
Berikut adalah alasan mengapa organisasi mengadopsi pengukuran kinerja (Behn, 2003)
a. Untuk Mengevaluasi
Yakni untuk mengevaluasi seberapa baik suatu organisasi berkinerja. Proses evaluasi ini terdiri dari dua variabel: data kinerja organisasi dan patokan yang menciptakan suatu kerangka untuk menganalisis data kinerja tersebut.
b. Untuk Mengendalikan
Manajer memiliki kebutuhan untuk memastikan bahwa bawahan mereka telah melakukan pekerjaan mereka secara benar. Organisasi pun menciptakan sistem pengukuran yang menentuan tindakan tertentu apa yang harus dilakukan oleh karyawan. Setelah itu, mereka pun mengevaluasi apakah sang karyawan betul-betul telah melakukan apa yang telah ditugaskan kepada mereka dan membandingkannya dengan standar kinerja.


c. Untuk Menganggarkan
Anggaran adalah perangkat mentah untuk meningkatkan kinerja. Kinerja yang buruk tidak selalu berubah menjadi baik ketika dilakukan pemotongan anggaran sebagai tindakan disipliner. Terkadang penaikan anggaran lah yang menjadi jawaban untuk peningkatan kinerja.
d. Untuk Memotivasi
Para karyawan perlu diberikan target yang signifikan untuk mereka raih dan lalu menggunakan ukuran kinerja -termasuk target antara- untuk memfokuskan ernergi para karyawan dan memberikan perasaan telah mencapai sesuatu. Target kinerja juga bisa mendorong munculnya kreativitas dalam mengembangkan cara-cara yang lebih baik untuk mencapai suatu tujuan.
e. Untuk Merayakan
Organisasi perlu memperingati prestasi-prestasi yang mereka raih, karena ritual semacam peringatan ini bisa mengikat orang-orang yang ada di dalam tim, memberikan mereka perasaan terikat. Perayaan merupakan aktivitas yang mengeksplisitkan pengakuan atas prestasi dan pencapaian.
f. Untuk Bisa Belajar
Pembelajaran merupakan suatu hal yang dibutuhkan oleh organisasi untuk bisa terus berkembang. Pembelajaran ini bisa didapat dengan mengevaluasi kinerja sendiri, semisal dengan mengidentifikasi apa-apa saja yang berhasil dan yang tidak. Dengan mengevaluasi hal ini, organisasi akan bisa pelajari alasan di balik kinerja baik dan buruk.
g. Untuk Mengembangkan
Organisasi harus belajar tentang apa-apa yang harus dilakukan secara berbeda untuk memperbaiki kinerja. Oleh karenanya organisasi membutuhkan umpan balik untuk menilai kesesuaian rencana dan arahan serta target sehingga bisa didapatkan pengertian mana-mana saja perihal yang perlu diperbaiki dan dikembangkan.
2.2.1 faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja SDM
a. Efektifitas dan efisiensi
Bila suatu tujuan tertentu akhirnya bisa dicapai, kita boleh mengatakan bahwa kegiatan tersebut efektif tetapi apabila akibat-akibat yang tidak dicari kegiatan menilai yang penting dari hasil yang dicapai sehingga mengakibatkan kepuasan walaupun efektif dinamakan tidak efesien. Sebaliknya, bila akibat yang dicari-cari tidak penting atau remeh maka kegiatan tersebut efesien (Prawirosentono, 1999:27).
b. Otoritas (wewenang)
Otoritas menurut adalah sifat dari suatu komunikasi atau perintah dalam suatu organisasi formal yang dimiliki seorang anggota organisasi kepada anggota yang lain untuk melakukan suatu kegiatan kerja sesuai dengan kontribusinya (Prawirosentono, 1999:27). Perintah tersebut mengatakan apa yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dalam organisasi tersebut.
c. Disiplin
Disiplin adalah taat kepda hukum dan peraturan yang berlaku (Prawirosentono, 1999:27). Jadi, disiplin karyawan adalah kegiatan karyawan yang bersangkutan dalam menghormati perjanjian kerja dengan organisasi dimana dia bekerja.
d. Inisiatif
Inisiatif yaitu berkaitan dengan daya pikir dan kreatifitas dalam membentuk ide untuk merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan tujuan organisasi.
2.3.1 Metode/model Pengukuran Kinerja SDM kesehatan
Model dan Metode Penilaian Kinerja Mangkunegara, (2009) model penilaian kinerja yaitu:
a. Penilaian sendiri Penilaian sendiri adalah pendekatan yang paling umum digunakan untuk mengukur dan memahami perbedaan individu. Akurasi didefinisikan sebagai sikap kesepakatan antara penilaian sendiri dan penilaian lainnya. Other Rating dapat diberikan oleh atasan, bawahan, mitra kerja atau konsumen dari individu itu sendiri. Penilaian sendiri biasanya digunakan pada bidang sumber daya manusia seperti: penilaian, kinerja, penilaian kebutuhan pelatihan, analisa peringkat jabatan, perilaku kepemimpinan dan lainnya. Penilaian sendiri dilakukan bila personal mampu melakukan penilaian terhadap proses dan hasil karya yang mereka laksanakan sebagai bagian dari tugas organisasi.Penilaian sendiri atau dipengaruhi oleh sejumlah faktor kepribadian, pengalaman, pengetahuan dan sosio demografi seperti suku dan kependidikan. Dengan demikian tingkat kematangan personal dalam menilai hasil karya menjadi hal yang patut diperhatikan.
b. Penilaian atasan Pada organisasai pada kematangan tingkat majemuk, personal biasanya dinilai oleh manajer yang tingkatnya lebih tinggi, penilaian ini yang termasuk dilakukan oleh supervisor atau atasan langsung.
c. Penilaian mitra Penilaian mitra lebih cocok digunakan pada kelompok kerja yang mempunyai otonomi yang cukup tinggi. Dimana wewenang pengambilan keputusan pada tingkat tertentu telah didelegasikan oleh manajemen kepada anggota kinerja kelompok kerja. Penilaian mitra dilakukan oleh seluruh anggota kerja kelompok dan umpan 16 balik untuk personal yang dinilai yang dilakukan oleh komite kerja dan bukan oleh supervisor. Penilaian mitra biasanya lebih ditujukan untuk pengembangan personal dibandingkan untuk evaluasi.
d. Penilaian bawahan Penilaian bawahan terhadap kinerja personal terutama dilakukan dengan tujuan untuk pengembangan dan umpan balik personal. Bila penilaian ini digunakan untuk administratif dan evaluasi, menetapkan gaji dan promosi maka penggunaan penilaian ini kurang mendapat dukungan, program penilaian bawahan terhadap manajer dalam rangka perencanaan dan penilaian kinerja manajer. Program ini meminta kepada manajer untuk dapat menerima penilaian bawahan sebagai umpan balik atas kemampuan manajemen mereka.
Menurut Lumbanraja dan Nizma, (2010), metode penilaian prestasi dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu: a. Metode yang berorientasi pada masa lalu
1) Rating Scale: Pengukuran dilakukan berdasarkan skala prestasi (kuantitatif dan kualitatif) yang sudah baku.
2) Checklist: Metode ini memerlukan penilaian untuk menyeleksi pernyataan yang menjelaskan karakteristik karyawan.
3) Critical Incident Method: pengukuran dilakukan berdasarkan catatan aktivitas seorang karyawan dalam periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam perilaku positif dan negatif.
4) Field Review Method: Pengukuran dilakukan dengan langsung meninjau lapangan.
5) Performance Test and Observation: Penilaian prestasi kerja dapat dilaksanakan didasarkan pada suatu test keahlian.
6) Comparative Evaluation Approach: Pengukuran dilakukan dengan membandingkan prestasi kerja seorang karyawan dengan karyawan lain.
Metode yang berorientasi pada masa depan
a. Self appraisal: Teknik evaluasi ini berguna bila tujuan evaluasi diri adalah untuk melanjutkan pengembangan diri.
b. Psycological appraisal: penilaian ini biasanya dilakukan oleh seorang psikolog, terutama digunakan untuk menilai potensi karyawan.
c. Management By Objectives: Pengukuran ber-dasarkan pada tujuan-tujuan pekerjaan yang terukur dan disepakati bersama antara karyawan dan atasan-nya.
d. Assesment Center: bentuk penilaian yang di standarisasi, tergantung pada tipe berbagai penilai.
2.4.1 Hambatan dalam penentuan kinerja
Penilaian yang dilakukan dengan baik sesuai dengan fungsinya akan sangatmenguntungkan organisasi, yaitu akan dapat meningkatkan kinerja. Akan tetapi,dalam proses melakukan penilaian unjuk kerja yang baik ini terdapat beberapatantangan, yaitu:
Kesalahan Penilai
Proses penilaian tentu saja dilakukan oleh manusia yang tidak pernah luput darikesalahan-kesalahan, yang dapat diakibatkan keterbatasan manusia dalam melihatsesuatu. Para ahli mengemukakan beberapa kecenderungan kesalahan penilaian yangharus diperhatikan, yaitu:
a).Hallo Effect
Yaitu penyimpangan yang terjadi karena pendapat pribadi/subyektif penilaimempengaruhi penilaian untuk kerja. Pendapat tersebut umumnya dipengruhi olehciri-ciri pegawai (biasanya tunggal) yang mengesankan seseorang sangat disukai atautidak disukai oleh penilai, misalnya seorang pegawai yang cantik mempengaruhi penilaian seseorang.
b).The Error of Central Tendency
Yaitu penilai tidak senang memberikan penilaian jelek atau baik kepada pegawai,sehingga cenderung menilai secara rata-rata.
c).The Leniency and Strictness Biases
Yaitu penilai terlalu lunak atau terlalu keras. Terlalu lunak mengakibatkan penilaicenderung memberikan nilai terlalu tinggi, dan terlalu keras mengakibatkan penilaimemberikan nilai terlalu rendah sehingga tidak mencerminkan pelaksanaan unjuk kerja yang sesungguhnya.



d).Personal Prejudice
Yaitu penilaian didasarkan atau dipengaruhi oleh prasangka-prasangka yang tidak  baik terhadap suatu kelompok masyarakat, misalnya suku atau jenis kelamin darikelompok mana pegawai berasal
2.4.2 Masalah dalam penentuan kinerja
Begitu bermanfaat dan powerful-nya peranan manajemen kinerja, namun dalam pelaksanaannya seringkali terdapat persoalan, baik dari sisi atasan maupun sisi bawahan. Dari sisi atasan sebagai pejabat penilai ada keengganan menerapkannya karena faktor-faktor sebagai berikut :
Formulir dan tata cara penilaian seringkali sulit untuk dimengerti di mana kriteria-kriteria yang digunakan tidak jelas pengertiannya atau memiliki pengertian yang kabur, sehingga menimbulkan multi interpretasi, dan tata caranya berbelit-belit.
Atasan tidak memiliki cukup waktu untuk menerapkan manajemen kinerja, karena persoalan pertama tadi,tidak ingin berkonfrontasi dengan bawahan, terutama mereka yang dinilai kinerjanya kurang baik. Sebab keengganan ini yaitu atasan tidak punya argumentasi yang kuat akibat tidak jelasnya kriteria penilaian yang digunakan. Selain itu atasan tidak ingin merusak hubungan baik dengan bawahan, misalnya karena satu nilai buruk, padahal hubungan baik sangat penting untuk bekerja sama dengan bawahan.
Atasan kurang mengetahui rincian pekerjaan sehingga tidak mengerti aspek-aspek apa yang harus diperhatikan ketikan melakukan penilaian dengan menggunakan kriteria yang telah ditetapkan. Hal ini berpengaruh pada kemampuan atasan memberikan umpan balik secara efektif guna perbaikan kinerja bawahan. Logikanya, bagaimana ia bisa memberikan masukan bila ia tidak mengerti betul liku-liku pekerjaan bawahan.
Sedangkan keengganan dari sisi bawahan sebagai pihak yang dinilai adalah :
Pengalaman buruk di masa lalu, di mana atasan memperlakukan kinerja bawahan yang kurang baik dengan sinis atau acuh sehingga bawahan tidak mendapatkan umpan balik yang bermanfaat bagi perbaikan kinerjanya.
Bawahan tidak suka dikritik, terutama bila dikaitkan dengan kinerjanya. Hal ini mungkin karena poin pertama, di mana atasan hanya bisa mengkritik tanpa memberikan jalan keluar yang jelas.
Ada rasa takut karena ketidakjelasan kriteria dan standar penilaian sehingga baik buruknya kinerja bawahan menjadi sangat subyektif (unsur suka atau tidak suka atasan terhadap bawahan amat dominan terhadap nilai kinerja bawahan), padahal hasil penilaian kinerja menentukan banyak hal penting bagi bawahan, di antaranya kenaikan pangkat, gaji dan perolehan bonus/insentif.
Bawahan tidak mengerti betul manfaat diterapkannya manajemen kinerja seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Hal ini karena kurang sosialisasi peran penting manajemen kinerja bagi keberhasilan organisasi.
2.5.1 Pengertian Wasdal
Definisi Controlling atau pengawasan dan pengendalian (wasdal) adalah proses untuk mengamati secara terus menerus pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana kerja yang sudah disusun dan mengadakan koreksi jika terjadi. Controlling atau pengawasan adalah fungsi manajemen dimana peran dari personal yang sudah memiliki tugas, wewenang dan menjalankan pelaksanaannya perlu dilakukan pengawasan agar supaya berjalan sesuai dengan tujuan, visi dan misi perusahaan. Di dalam manajemen perusahaan yang modern fungsi control ini biasanya dilakukan oleh divisi audit internal. Pengawasan merupakan fungsi manajemen yang tidak kalah pentingnya dalam suatu organisasi. Semua fungsi manajemen yang lain, tidak akan efektif tanpa disertai fungsi pengawasan.
Dalam hal ini, Louis E. Boone dan David L. Kurtz (1984) memberikan rumusan tentang pengawasan sebagai: “the process by which manager determine wether actual operation are consistent with plans”. Sementara itu, Robert J. Mocker sebagaimana disampaikan oleh T. Hani Handoko (1995) mengemukakan definisi pengawasan yang di dalamnya memuat unsur esensial proses pengawasan, bahwa: “pengawasan manajemen adalah suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan – tujuan perencanaan, merancang sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan, serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan dipergunakan dengan cara paling efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan-tujuan perusahaan.” Dengan demikian, pengawasan merupakan suatu kegiatan yang berusaha untuk mengendalikan agar pelaksanaan dapat berjalan sesuai dengan rencana dan memastikan apakah tujuan organisasi tercapai. Apabila terjadi penyimpangan di mana letak penyimpangan itu dan bagaimana pula tindakan yang diperlukan untuk mengatasinya
1.      Pengertian Pengawasan SDM
Banyak penulis di bidang manajemen mengemukakan pandangannya tentang pengertian dari pengawasan, salah satunya Schermerhorn. Pengawasan menurut Schermerhorn seperti yang dikutip Ernie Tisnawati dan Kurniawan,  adalah suatu proses dalam menetapkan kinerja dan pengambilan tindakan yang dapat mendukung pencapaian hasil yang diharapkan sesuai dengan kinerja yang telah ditetapkan tersebut. Sedangkan menurut Stoner, Freeman, dan Gilbert yang juga dikutip oleh Ernie Tisnawati dan Kurniawan menyataka bahwa control is the process of ensuring that actual activities conform the plannedactivities. 
Sedikit berbeda dengan pengertian di atas, Sadali Samsudin mendefenisikan pengawasan SDM sebagai suatu kegiatan manajemen dalam mengadakan pengamatan terhadap sekurang-kurangnya tujuh aspek, yaitu:
a.       Sumber daya manusia yang ada dalam organisasi,
b.      Sumber daya manusia yang benar-benar dibutuhkan organisasi
c.       Pasaran sumber daya manusia yang ada dan memungkinkan
d.      Kualitas sumber daya manusia yang dimiliki dan yang ada di pasaran tenaga kerja
e.       Kemampuan individual dari setiap sumber daya manusia dalam organisasi
f.        Upaya meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dalam organisasi
g.      Semangat kerja sumber daya manusia.

2.      Pengertian Pengendalian SDM
Adalah suatu proses yang digunakan untuk mempengaruhi para anggota organisasi agar menerapkan strategi organisasi untuk melakukan kegiatan yang mengarah ke tujuan yang diinginkan.
Pengendalian manajeman adalah semua usaha perusahaan yang mencakup metode, prosedur dan strategi perusahaan yang mengacu pada efisiensi dan efektivitas operasional perusahaan (organisasi), agar dipatuhinya kebijakan manjemen serta tercapainya tujuan perusahaan (organisasi). Jadi, bisa dipahami bahwa adanya pengendalian ini dalam rangka mencapai keefektifan dan keefisiensian kinerja dari organisasi yang dalam pembahasan ini berkenaan dengan sumber daya manusia untuk mencapai tujuan dari organisasi. sementara itu, pengendalian dalam kaitannya dengan akuntansi didefinisikan sebagai hubungan antara prosedur dan sistem yang berkaitan dengan pencapaian tujuan perusahaan (organisasi).
2.5.2 Tujuan Wasdal
1. Tujuan Pengawasan SDM
Griffin menyebutkan bahwa terdapat empat tujuan dari pengawasan ini, seperti yang dikutip Ernie Tisnawati dan Kurniawan. Keempat tujuan tersebut adalah adaptasi lingkungan, meminimalkan kegagalan, meminimalkan kegagaln, dan mengantisipasi kompleksitas dari organisasi itu sendiri.
a.Adaptasi Lingkungan
Organisasi akan tetap solid jika organisasi tersebut dapat terus beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di lingkungan organisasi baik lingkungan yang bersifat internal maupun lingkungan eksternal.
b.Meminimalisir Kegagalan
Semisal dalam suatu perusahaan. Ketika perusahaan melakukan kegiatan produksi, perusahaan berharap agar kegagalan seminimal mungkin. katakanlah perusahaan memiliki target produksi 10.000 unit, maka perusahaan tersebut ingin produksi dapat menghasilkan produk sebanyak yang diinginkan perusahaan itu. Seandainya ketika bagian produksi ternyata hanya mampu menghasilkan 9000 unit yang memnuhi standar, dan 1000 unit lagi tidak memenuhi standar, maka perusahaan mengalami 1000 unit kegagalan dalam produksi, dan sudah pasti kegagalan tersebut sangat merugikan perusahaan. Oleh karena itu, dengan menjalankan pengawasan, maka tingkat kegagalan akan dapat diminimalisir.
c.Meminumkan Biaya
Selain bertujuan untuk meminimalisir kegagalan, pengawasan juga mempunyai tujuan untuk meminimumkan biaya. Sebagaimana contoh di atas, ketika perusahaan mengalami kegagalan sebanyak 1000 unit, maka akan ada pemborosan biaya sebanyak 1000 unit yang tidak memberikan keuntungan bagi perusahaan. Oleh jarena itu, pengawasan melalui penetapan standar tertentu dalam meminimumkan kegagalan dalam produksi misalnya, akan dapat meminimumkan biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan.
d.Antisispasi Kompleksitas Organisasi
Tentunya tiap organisasi ingin selalu bergerak maju, yakni semakin berkembang. Berkembangnya suatu organisasi tentu akan membawa dampak pada semakin kompleks masalah yang akan dihadapi. Jika hal tersebut tidak diatasi, maka sudah dapat dipastikan organisasi tersebut akan terpuruk di saat kemajuan telah di depan mata. Oleh karena itu, pengawasan jelas memiliki peranan penting untuk menjamin bahwa kompleksitas tersebut dapat diantisipasi dengan baik.
2.Tujuan Pengendalian SDM
Perlunya pengendalian dalam suatu organisasi disebabkan oleh karena halhal sebagai berikut:
a. Perubahan kondisi saat ini selalu banyak mengalami perubahan, banyaknya persaingan akibat munculnya rumah sakit swasta baru, adanya alat-alat canggih yang baru, adanya peraturan baru dan sebagainya.
b. Kompleksitas
Makin besar organisasi, makin kompleks atau rumit masalah yang dihadapi. Klinik yang kecil tentunya lebih simple untuk melakukan pengendalian atau pengawasan dibandingan dengan sebuah Rumah Sakit yang besar.
c. Kemungkinan membuat kesalahan
Kemungkinan kesalahan ini bisa terjadi pada bawahan maupun manajer, oleh karena itu pengendalian atau pengawasan diperlukan sehingga bila ada kesalahan bisa dideteksi.
2.5.3 Lingkup Wasdal
1.         Ruang Lingkup Pengawasan SDM
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, menurut Sadali Samsudin mendefenisikan pengawasan SDM sebagai suatu kegiatan manajemen dalam mengadakan pengamatan terhadap sekurang-kurangnya tujuh aspek, yaitu:
a.         Sumber daya manusia yang ada dalam organisasi,
b.         Sumber daya manusia yang benar-benar dibutuhkan organisasi
c.         Pasaran sumber daya manusia yang ada dan memungkinkan
d.         Kualitas sumber daya manusia yang dimiliki dan yang ada di pasaran tenaga kerja
e.         Kemampuan individual dari setiap sumber daya manusia dalam organisasi
f.          Upaya meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dalam organisasi
g.         Semangat kerja sumber daya manusia.
Dengan memperhatikan berbagai aspek dalam pengawasan sumber daya manusia ini, perlu adanya suatu tolok ukur atau penetapan standar minimal yang memungkinkan ketercapaian  sasaran-sasaran pada tiap aspeknya dengan baik dan terkendali. Menurut Sadali Samsudin, ketentuan standar minimal tersebut antara lain sebagai berikut:
a. Jumlah personil yang harus ada dalam organisasi atau perusahaan yang bersangkutan untuk mencapai sasaran yang ingin dicapai.
b. Kualitas kemampuan tenaga kerja yang bagaimana yang harus mengisi berbagai bagian dalam organisasi dengan segala jenis latar belakang pendidikannya.
c. Sasaan apa saja pada tiap bagian yang ingin dicapai dan keterkaitan antara bagian-bagian tersebut sehingga dalam mencapai sasaran organisasi dapat dilakukan secara sistematis.
d. Pola karier dari para karyawan dalam organisasi yang berpengaruh terhadap peningkatan prestasi kerja, dan sebagainya. 
Namun, perlu diingat bahwa inti dari pengawasan bukan hanya sebatas pada penilaian berkaitan dengan berjalan atau tidaknya rencana yang telah ditetapkan, akan tetapi termasuk tindakan koreksi yang mungkin diperlukan maupun penentuan sekaligus penyesuaian standar yang terkait dengan pencapaian tujuan dari waktu ke waktu.
2.6. Teknik/Meode Wasdal
A. Penetapan standar pelaksanaan (perencanaan)
Tahap pertama dalam pengendalian adalah penetapan standar pelaksanaan. Standar mengandung arti sebagai suatu satuan pengukuran yang dapat digunakan sebagai “patokan” untuk penilaian hasil-hasil. Standar adalah kriteria-kriteria untuk mengukur pelaksanaan pekerjaan. Kriteria tersebut dapat dalam bentuk kuantitatif ataupun kualitatif. Standar pelaksanaan (standard performance) adalah suatu pernyataan mengenai kondisi-kondisi yang terjadi bila suatu pekerjaan dikerjakan secara memuaskan.
Standar pelaksanaan pekerjaan bagi suatu aktifitas menyangkut kriteria: ongkos, waktu, kuantitas, dan kualitas. Tipe bentuk standar yang umum adalah:
a).Standar-standar fisik, meliputi kuantitas barang atau jasa, jumlah langganan, atau kualitas produk.
b). Standar-standar moneter, yang ditunjukkan dalam rupiah dan mencakup biaya tenaga kerja, biaya penjualan, laba kotor, pendapatan penjualan, dan lain-lain.
c).Standar-standar waktu, meliputi kecepatan produksi atau batas waktu suatu pekerjaan harus diselesaikan.
B.   Penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan
Penentuan standar akan sia-sia bila tidak disertai berbagai cara untuk mengukur pelaksanaan kegiatan nyata. Oleh karena itu, tahap kedua dalam pengendalian adalah menentukan pengukuran pelaksanaan kegiatan secara tepat.
D.    Pengukuran pelaksanaan kegiatan
Setelah frekuensi pengukuran dan sistem monitoring ditentukan pengukuran pelaksanaan dilakukan sebagai proses yang berulang-ulang dan terus-menerus. Ada berbagai cara untuk melakukan pengukuran pelaksanaan yaitu pengamatan (observasi), laporan-laporan (lisan dan tertulis), pengujian (tes), atau dengan pengambilan sampel.
E.   Pembandingan pelaksanaan dengan standar dan analisa penyimpangan
Tahap kritis dari proses pengawasan adalah pembandingan pelaksanaan nyata dengan pelaksanaan yang direncanakan atau standar yang telah ditetapkan.
F.    Pengambilan tindakan koreksi bila diperlukan
Bila hasil analisa menunjukkan perlunya tindakan koreksi, tindakan ini harus diambil.1 Metode/tekhnik Wasdal









BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
1.      Pengertian Pengukuran Kinerja merupakan gambaran mengenai sejauh mana keberhasilan atau kegagalan organisasi dalam menjalankan tugas dan fungsi pokoknya dalam rangka mewujudkan sasaran, tujuan, visi, dan misinya.
2.      Tujuan Pengukuran Kinerja dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu tahap persiapan dan tahap pengukuran. Tahap persiapan atas penentuan bagian yang akan diukur, penetapan kriteria yang dipakai untuk mengukur kinerja, dan pengukuran kinerja yang sesungguhnya.
3.      Manfaat Pengukuran Kinerja yaitu untuk Mengevaluasi, mengendalikan, menganggarkan
4.      Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja SDM yaitu efektifitas, efisiensi, otoritas (wewenang), disiplin
5.      Metode/model Pengukuran Kinerja SDM kesehatan adalah pendekatan yang paling umum digunakan untuk mengukur dan memahami perbedaan individu, Penilaian atasan Pada organisasai pada kematangan tingkat majemuk
6.      Hambatan dalam penentuan kinerja yaitu penilaian yang dilakukan dengan baik sesuai dengan fungsinya akan sangatmenguntungkan organisasi, yaitu akan dapat meningkatkan kinerja.
7.      Masalah dalam penentuan kinerja begitu bermanfaat dan powerful-nya peranan manajemen kinerja, namun dalam pelaksanaannya seringkali terdapat persoalan, baik dari sisi atasan maupun sisi bawahan
8.      Pengertian Wasdal adalah proses untuk mengamati secara terus menerus pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana kerja yang sudah disusun dan mengadakan koreksi jika terjadi.
9.      Tujuan Pengawasan dan Pengendalian SDM menurut Griffin menyebutkan bahwa terdapat empat tujuan dari pengawasan ini, seperti yang dikutip Ernie Tisnawati dan Kurniawan. Keempat tujuan tersebut adalah adaptasi lingkungan, meminimalkan kegagalan, meminimalkan kegagaln, dan mengantisipasi kompleksitas dari organisasi itu sendiri dan perubahan kondisi saat ini selalu banyak mengalami perubahan, banyaknya persaingan akibat munculnya rumah sakit swasta baru, adanya alat-alat canggih yang baru, adanya peraturan baru dan sebagainya.
10.  Lingkup Wasdal yaitu seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, menurut Sadali Samsudin mendefenisikan pengawasan SDM sebagai suatu kegiatan manajemen dalam mengadakan pengamatan terhadap sekurang-kurangnya tujuh aspek.
11.  Teknik/Meode Wasdal adalah Tahap pertama dalam pengendalian adalah penetapan standar pelaksanaan. Standar mengandung arti sebagai suatu satuan pengukuran yang dapat digunakan sebagai “patokan” untuk penilaian hasil-hasil
















Daftar Pustaka
Amstrong, Mischael, 1999. Manajemen Sumber Daya Manusia. Terjemahan Sofyan dan Haryanto. PT. Elex Media Komputindo. Jakarta.
Mangkunegara, Anwar Prabu . 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Remaja Rosdakarya. Bandung
Luthans, F. 2005. Organizational Behavior. New York: McGraw-hill.
Mathis, R.L. & J.H. Jackson. 2006. Human Resource Management: Manajemen Sumber Daya Manusia. Terjemahan Dian Angelia. Jakarta: Salemba Empat.
Nurlaila, 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia I. Penerbit LepKhair.
Prawirosentono, Suryadi. 1999. Kebijakan Kinerja Karyawan. Yogyakarta: BPFE.
Rivai, Vethzal & Basri. 2005. Peformance Appraisal: Sistem yang tepat untuk Menilai Kinerja Karyawan dan Meningkatkan Daya Saing Perusahan. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Robbins, Stephen P., 1996. Perilaku Organisasi Jilid II, Alih Bahasa HadayanaPujaatmaka, Jakarta, Prenhalindo.
Adikoesoemo, Suparto. 2003. Manajemen Rumah Sakit. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Ernie Tisnawati Sule dan Kurniawan Saefullah. 2008. Pengantar Manajemen; Edisi Pertama. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 
Handoko, T. Hani. 2008. Manajemen Personalia & Sumberdaya Manusia. Cetakan keenam belas. Yogyakarta: BFE.
Richard L. Daft. 2003. Manajemen; Edisi 6 Buku 2, terj. Diana Angelica. Jakarta: Salemba Empat.
Sadili Samsudin. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia,cet. 3. Bandung: Pustaka Setia.
Thomas Sumarsan. 2010. Sistem Pengendalian Manajemen: Konsep, Aplikasi, dan Pengukuran Kinerja,cet. 1. Jakarta: Indeks.
Tulus, Moh. Agus. 1992. Manajemen Sumber Daya Manusia, Buku Panduan Mahasiswa. Jakarta: Gramedia.


0 komentar:

Posting Komentar