Sabtu, 16 Desember 2017

MAKALAH PENGOLAHAN AIR BERSIH DENGAN PROSES SARINGAN PASIR LAMBAT UP FLOW

BAB I

PENDAHULUAN


A.           Latar Belakang

Penyaringan dengan sarpalam merupakan salah satu proses pengolahan air yang efektif, murah dan sederhana. Efektif karena hanya dengan satu macam pengolahan saja dapat dihasilkan pemisahan atau pengurangan kekeruhan air sampai pada tingkat yang dapat ditoleransi untuk air bersih, penurunan derajat warna, dan konsentrasi bakteri yang cukup tinggi, serta penurunan kandungan zat organik dan besi. Murah karena pada dasarnya proses tersebut tidak memerlukan energi dan bahan kimia, serta pembangunannya tidak memerlukan biaya besar. Sederhana karena operasinya tidak memerlukan tenaga khusus yang terdidik dan trampil.

Air bersih merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi masyarakat. Sampai saat ini masalah air bersih masih banyak dijumpai baik di daerah perkotaan maupun di daerah pedesaan. Salah satu teknologi pengolahan air untuk daerah pedesaan yang sederhana, mudah dan murah yakni teknologi saringan pasir lambat. Teknologi saringan pasir lambat (Sarpalam) dari segi arah alirannya dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu aliran dari atas ke bawah (down flow), aliran dari bawah ke atas (up flow) dan kombinasi keduanya.
Umumnya yang banyak diterapkan di Indonesia adalah saringan pasir lambat konvesional dengan arah aliran dari atas ke bawah (down flow). Masalah yang dihadapai adalah jika kekeruhan air baku naik, terutama pada waktu hujan, maka sering terjadi penyumbatan pada saringan pasir, sehingga perlu dilakukan pencucian secara manual dengan cara mengeruk media pasirnya dan dicuci, setelah bersih dipasang lagi seperti semula, dengan demikian memerlukan tenaga yang cucup banyak. Hal inilah yang sering menyebabkan saringan pasir lambat yang telah dibangun kurang berfungsi dengan baik, terutama pada musim hujan. Untuk mengatasi problem sering terjadinya kebuntuan saringan pasir lambat akibat kekeruhan air baku yang tinggi, dapat ditanggulangi dengan cara modifikasi disain saringan pasir lambat yakni dengan menggunakan proses penyaringan dengan aliran dari bawah ke atas. Dengan sistem penyaringan dengan aliran dari bawah ke atas, maka waktu operasi menjadi lebih panjang, dan cara pencucian media penyaringnya lebih mudah, contoh untuk sistem ini telah dibangun di Pesantren La Tansa Lebak dan Desa Padang Cermin, Lampung. Sedangkan sarpalam dengan sistem kombinasi contohnya ada di Pesantren Darunajah, Desa Cipining, Bogor.
Dalam rangka meningkatkan kebutuhan dasar masyarakat khususnya mengenai kebutuhan akan air bersih di daerah pedesaan, maka perlu disesuaikan dengan sumber air baku serta teknologi yang sesuai dengan tingkat penguasaan teknologi dalam masyarakat itu sendiri. Salah satu alternatif yakni dengan menggunakan teknologi pengolahan air sederhana dengan proses “Saringan Pasir Lambat”. Cara ini sangat sesuai untuk pengolahan yang air bakunya mempunyai kekeruhan yang rendah dan relatif tetap. Biaya operasi rendah karena proses pengendapan biasanya tanpa bahan kimia. Tetapi jika kekeruhan air baku cukup tinggi, pengendapan dapat juga memakai bahan kimia (koagulan) agar beban filter tidak terlalu berat.
Sistem saringan pasir lambat yang banyak digunakan di Indonesia umumnya adalah saringan pasir lambat dengan arah penyaringan dari atas ke bawah (down flow). Hal ini disebabkan karena konstruksinya dapat dibuat dengan cara sederhana dan hasilnya cukup baik sehingga biaya konstruksinya juga relatif lebih rendah. Masalah yang sering terjadi pada saringan pasir lambat dengan arah penyaringan dari atas ke bawah adalah kotoran yang tersaring akan membentuk suatu lapisan kotoran lumpur (cake) yang makin lama makin tebal dan padat yang dapat menyebabkan kebutuan pada sisten saringan pasir lambat. Terlebih lagi jika kekeruhan air baku naik, terutama pada waktu hujan, maka sering terjadi penyumbatan pada saringan pasir, sehingga perlu dilakukan pencucian secara manual dengan cara mengeruk media pasirnya dan dicuci, setelah bersih dipasang lagi seperti semula, sehingga memerlukan tenaga yang cukup banyak. Hal inilah yang sering menyebabkan saringan pasir lambat yang telah dibangun kurang berfungsi dengan baik, terutama pada musim hujan.
Untuk mengatasi problem sering terjadinya kebuntuan saringan pasir lambat akibat kekeruhan air baku yang tinggi, dapat ditanggulangi dengan cara modifikasi disain saringan pasir lambat yakni dengan menggunakan proses saringan pasir lambat “Up Flow (penyaringan dengan aliran dari bawah ke atas). Dengan sistem penyaringan dengan aliran dari bawah ke atas maka waktu operasi menjadi lebih panjang, dan cara pencucian media penyaringnya lebih mudah.

B.            Rumusan Masalah

1.      Apakah definisi dari Sistem Saringan Pasir Lambat?

2.      Bagaimana Uji Performance Saringan Pasir Lambat?

3.      Bagaimana Uji coba Pilot Plan Saringan Pasir lambat Up Flow Kapasitas 100 m3 Per Hari?

4.      Bagaimana Contoh Desain Sarpalam Up Flow Kapasitas 100 m3 Per Hari?


C.           Tujuan

1.      Untuk Mengetahui definisi dari Sistem Saringan Pasir Lambat?

2.      Untuk Mengetahui Uji Performance Saringan Pasir Lambat?

3.      Untuk Mengetahui Uji coba Pilot Plan Saringan Pasir lambat Up Flow Kapasitas 100 m3 Per Hari?

4.      Untuk Mengetahui Contoh Desain Sarpalam Up Flow Kapasitas 100 m3 Per Hari?
















BAB II

PEMBAHASAN


A.           Sistem Saringan Pasir Lambat

Sistem saringan pasir lambat adalah merupakan teknologi pengolahan air yang sangat sederhana dengan hasil air bersih dengan kualitas yang baik. Sistem saringan pasir lambat ini mempunyai keunggulan antara lain tidak memerlukan bahan kimia (koagulan) yang mana bahan kimia ini merupakan kendala sering dialami pada proses pengolahan air di daerah pedesaan.
Di dalam sistem pengolahan ini proses pengolahan yang utama adalah penyaringan dengan media pasir dengan kecepatan penyaringan 5 - 10 m3/m2/hari. Air baku dialirkan ke tangki penerima, kemudian dialirkan ke bak pengendap tanpa memakai zat kimia untuk mengendapkan kotoran yang ada dalam air baku. selanjutnya di saring dengan saringan pasir lambat. Setelah disaring dilakukan proses khlorinasi dan selanjutnya ditampung di bak penampung air bersih, seterusnya di alirkan ke konsumen.
Jika air baku dialirkan ke saringan pasir lambat, maka kotoran-kotoran yang ada di dalamnya akan tertahan pada media pasir. Oleh karena adanya akumulasi kotoran baik dari zat organik maupun zat anorganik pada media filternya akan terbentuk lapisan (film) biologis. Dengan terbentuknya lapisan ini maka di samping proses penyaringan secara fisika dapat juga menghilangkan kotoran (impuritis) secara bio-kimia. Biasanya ammonia dengan konsetrasi yang rendah, zat besi, mangan dan zat-zat yang menimbulkan bau dapat dihilangkan dengan cara ini. Hasil dengan cara pengolahan ini mempunyai kualitas yang baik.
Cara ini sangat sesuai untuk pengolahan yang air bakunya mempunyai kekeruhan yang rendah dan relatif tetap. Biaya operasi rendah karena proses pengendapan biasanya tanpa bahan kimia. Tetapi jika kekeruhan air baku cukup tinggi, pengendapan dapat juga memakai bahan kimia (koagulan) agar beban filter tidak terlalu berat.
Secara umum, proses pengolahan air bersih dengan saringan pasir lambat konvensional terdiri atas unit proses yakni bangunan penyadap, bak penampung, saringan pasir lambat dan bak penampung air bersih.
Unit pengolahan air dengan saringan pasir lambat merupakan suatu paket. Air baku yang digunakan yakni air sungai atau air danau yang tingkat kekeruhannya tidak terlalu tinggi. Jika tingkat kekeruhan air bakunya cukup tinggi misalnya pada waktu musim hujan, maka agar supaya beban saringan pasir lambat tidak telalu besar, maka perlu dilengkapi dengan peralatan pengolahan pendahuluan misalnya bak pengendapan awal dengan atau tanpa koagulasi bahan dengan bahan kimia. Umumnya disain konstruksi dirancang setelah didapat hasil dari survai lapangan baik mengenai kuantitas maupun kualitas. Dalam gambar desain telah ditetapkan proses pengolahan yang dibutuhkan serta tata letak tiap unit yang beroperasi. Kapasitas pengolahan dapat dirancang dengan berbagai macam ukuran sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan.
Biasanya saringan pasir lambat hanya terdiri dari sebuah bak yang terbuat dari beton, ferosemen, bata semen atau bak fiber glass untuk menampung air dan media penyaring pasir dengan arah penyaringan dari atas ke bawah. Bak ini dilengkapi dengan sistem saluran bawah, inlet, outlet dan peralatan kontrol.
Untuk sistem saringan pasir lambat konvensional dengan arah penyaringan dari atas ke bawah terdapat dua tipe saringan yakni:
a. Saringan pasir lambat dengan kontrol pada inlet (Gambar 5.1).
b. Saringan pasir lambat dengan kontrol pada outlet. (Gambar 5.2).
Kedua sistem saringan pasir lambat tersebut mengunakan sistem penyaringan dari atas ke bawah (down flow). Kapasitas pengolahan dapat dirancang dengan berbagai macam ukuran sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan. Biasanya saringan pasir lambat hanya terdiri dari sebuah bak yang terbuat dari beton, ferosemen, bata semen atau bak fiber glass untuk menampung air dan media penyaring pasir. Bak ini dilengkapi dengan sistem saluran bawah, inlet, outlet dan peralatan kontrol. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada sistem saringan pasir lambat antara lain yakni :
a.               Bagian Inlet
Struktur inlet dibuat sedemikian rupa sehingga air masuk ke dalam saringan tidak merusak atau mengaduk permukaan media pasir bagian atas. Struktur inlet ini biasanya berbentuk segi empat dan dapat berfungsi juga untuk mengeringkan air yang berada di atas media penyaring (pasir).
b.              Lapisan Air di Atas media Penyaring (supernatant)
Tinggi lapisan air yang berada di atas media penyaring (supernatant) dibuat sedemikian rupa agar dapat menghasilkan tekanan (head) sehingga dapat mendorong air mengalir melalui unggun pasir. Di samping itu juga berfungsi agar dapat memberikan waktu tinggal air yang akan diolah di dalam unggun pasir sesuai dengan kriteria disain.
c.               Bagian Pengeluaran (Outlet)
Bagian outlet ini selain untuk pengeluran air hasil olahan, berfungsi juga sebagai weir untuk kontrol tinggi muka air di atas lapisan pasir.
d.              Media Pasir (Unggun Pasir)
Media penyaring dapat dibuat dari segala jenis bahan inert(tidak larut dalam air atau tidak bereaksi dengan bahan kimia yang ada dalam air). Media penyaring yang umum dipakai yakni pasir silika karena mudah diperoleh, harganya cukup murah dan tidak mudah pecah. Diameter pasir yang digunakan harus cukup halus yakni dengan ukuran 0,2-0,4 mm.
e.               Sistem Saluran Bawah (Drainage)
Sistem saluran bawah berfungsi untuk mengalirkan air olahan serta sebagai penyangga media penyaring. Saluran ini tediri dari saluran utama dan saluran cabang, terbuat dari pipa berlubang yang di atasnya ditutup dengan lapisan kerikil. Lapisan kerikil ini berfungsi untuk menyangga lapisan pasir agar pasir tidak menutup lubang saluran bawah.
f.               Ruang Pengeluaran
Ruang pengeluaran terbagi menjadi dua bagian yang dipisahkan dengan sekat atau dinding pembatas. Di atas dinding pembatas ini dapat dilengkapi dengan weir agar limpasan air olahannya sedikit lebih tinggi dari lapisan pasir. Weir ini berfungsi untuk mencegah timbulnya tekanan di bawah atmosfir dalam lapisan pasir serta untuk menjamin saringan pasir beroperasi tanpa fluktuasi level pada reservoir. Dengan adanya air bebas yang jatuh melalui weir, maka konsentrasi oksigen dalam air olahan akan bertambah besar.
Pengolahan air bersih dengan menggunakan sistem saringan pasir lambat konvensional ini mempunyai keunggulan antara lain:
a)             Tidak memerlukan bahan kimia, sehingga biaya operasinya sangat murah.
b)             Dapat menghilangkan zat besi, mangan, dan warna serta kekeruhan.
c)             Dapat menghilangkan ammonia dan polutan organik, karena proses penyaringan berjalan secara fisika dan biokimia.
d)             Sangat cocok untuk daerah pedesaan dan proses pengolahan sangat sederhana.
Sedangkan beberapa kelemahan dari sistem saringan pasir lambat konvensiolal tersebut yakni antara lain:
a)             Jika air bakunya mempunyai kekeruhan yang tinggi, beban filter menjadi besar, sehingga sering terjadi kebutuan. Akibatnya waktu pencucian filter menjadi pendek
b)             Kecepatan penyaringan rendah, sehingga memerlukan euangan yang cukup luas.
c)             Pencucian filter dilakukan secara manual, yakni dengan cara mengeruk lapisan pasir bagian atas dan dicuci dengan air bersih, dan setelah bersih dimasukkan lagi ke dalam bak saringan seperti semula.
d)             Karena tanpa bahan kimia, tidak dapat digunakan untuk menyaring air gambut
Untuk mengatasi problem sering terjadinya kebuntuan saringan pasir lambat akibat kekeruhan air baku yang tinggi, dapat ditanggulangi dengan cara modifikasi disain saringan pasir lambat yakni dengan menggunakan proses saringan pasir lambat Up Flow (penyaringan dengan aliran dari bawah ke atas).

2.             Sistem Saringan Pasir Lambat Up Flow

          Teknologi saringan pasir lambat yang banyak diterapkan di Indonesia biasanya adalah saringan pasir lambat konvesional dengan arah aliran dari atas ke bawah (down flow), sehingga jika kekeruhan air baku naik, terutama pada waktu hujan, maka sering terjadi penyumbatan pada saringan pasir, sehingga perlu dilakukan pencucian secara manual dengan cara mengeruk media pasirnya dan dicuci, setelah bersih dipasang lagi seperti semula, sehingga memerlukan tenaga yang cucup banyak. Ditambah lagi dengan faktor iklim di Indonesia yakni ada musim hujan air baku yang ada mempunyai kekeruhan yang sangat tinggi. Hal inilah yang sering menyebabkan saringan pasir lambat yang telah dibangun kurang berfungsi dengan baik, terutama pada musim hujan.
          Jika tingkat kekeruhan air bakunya cukup tinggi misalnya pada waktu musim hujan, maka agar supaya beban saringan pasir lambat tidak telalu besar, maka perlu dilengkapi dengan peralatan pengolahan pendahuluan misalnya bak pengendapan awal atau saringan “Up Flow” dengan media berikil atau batu pecah, dan pasir kwarsa atau silika. Selanjutnya dari bak saringan awal, air dialirkan ke bak saringan utama dengan arah aliran dari bawah ke atas (Up Flow). Air yang keluar dari bak saringan pasir Up Flow tersebut merupakan air olahan dan di alirkan ke bak penampung air bersih, selanjutnya didistribusikan ke konsumen dengan cara gravitasi atau dengan memakai pompa.
          Diagram proses pengolahan bersih dengan sistem saringan pasir lambat Up Flow ditunjukkan pada Gambar 5.3. Dengan sistem penyaringan dari arah bawah ke atas (Up Flow), jika saringan telah jenuh atau buntu, dapat dilakukan pencucian balik dengan cara membuka kran penguras. Dengan adanya pengurasan ini, air bersih yang berada di atas lapisan pasir dapat berfungsi sebagai air pencuci media penyaring (back wash). Dengan demikian pencucian media penyaring pada saringan pasir lambat Up Flow tersebut dilakukan tanpa mengeluarkan atau mengeruka media penyaringnya, dan dapat dilakukan kapan saja.
          Saringan pasir lambat “Up Flow” ini mempunyai keunggulan dalam hal pencucian media saringan (pasir) yang mudah, serta hasilnya sama dengan saringan pasir yang konvesional. Kapasitas pengolahan dapat dirancang dengan berbagai macam ukuran sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan.

3.             Kriteria Perencanaan Saringan Pasir Lambat

Untuk merancang saringan pasir lambat beberapa kriteria perencanaan yang harus dipenuhi antara lain:
a.              Kekeruhan air baku lebih kecil 10 NTU. Jika lebih besar dari 10 NTU perlu dilengkapi dengan bak pengendap dengan atau tanpa bahan kimia.
b.             Kecepatan penyaringan antara 5 - 10 m3/m2/Hari.
c.              Tinggi Lapisan Pasir 70 - 100 cm.
d.             Tinggi lapisan kerikil 25 -30 cm.
e.              Tinggi muka air di atas media pasir 40 - 120 cm.
f.               Tinggi ruang bebas antara 25 - 40 cm.
g.             Diameter pasir yang digunakan kira-kira 0,2-0,4 mm
h.             Jumlah bak penyaring minimal dua buah.
Unit pengolahan air dengan saringan pasir lambat merupakan suatu paket. Air baku yang digunakan yakni air sungai atau air danau yang tingkat kekeruhannya tidak terlalu tinggi. Jika tingkat kekeruhan air bakunya cukup tinggi misalnya pada waktu musim hujan, maka agar supaya beban saringan pasir lambat tidak telalu besar, maka perlu dilengkapi dengan peralatan pengolahan pendahuluan misalnya bak pengendapan awal atau saringan “Up Flow” dengan media berikil atau batu pecah.
Secara umum, proses pengolahan air bersih dengan saringan pasir lambat Up Flow sama dengan saringan pasir lambat Down Flow terdiri atas unit proses:
a)             Bangunan penyadap
b)             Bak Penampung / bak Penenang
c)             Saringan Awal.
d)             Saringan Pasir Utama.
e)             Bak Air Bersih.
f)              Perpipaan, kran, sambungan dll.
g)             Kapasitas pengolahan dapat dirancang dengan berbagai macam ukuran sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan.

B.            Uji Performance Saringan Pasir Lambat

1.             Bahan dan Metoda Percobaan

Bahan
Percobaan dilakukan dengan cara mengoperasikan dua unit filter atau saringan pasir lambat yakni satu unit dengan sistem penyaringan dari atas ke bawah (down flow), dan yang satunya lagi dengan sistem penyaringan dari bawah ke atas (up flow) yang dibuat dari bahan pipa PVC dengan diameter 8 inci, tinggi 230 cm. Tiap unit saringan pasir lambat tersebut mempunyai ketebalan lapisan kerikil dan lapisan pasir yang sama yakni Tebal lapisan kerikil 15 cm dan tebal lapisan pasir 100 cm. Media pasir yang digunakan adalah pasir silika dengan ukuran kira-kira 0,5 mm yang dibeli dipasaran umum. Secara lengkap skema unit saringan pasir lambat down flow dan saringan pasir lambat up flow yang digunakan untuk percobaan dapat dilihat seperti pada Gambar 5.4 dan Gambar 5.5.
Air baku yang digunakan diambil dari sungai Pesanggrahan di Jakarta Barat, yang menurut SK Gubernur DKI Jakarta No: 582 tahu 1995 termasuk kategori sungai Golongan B yang peruntukkannya sebagai air baku air minum.
Proses Pengolahan
Skema proses pengolahan air dengan sistem saringan pasir lambat yang digunakan selama percobaan adalah seperti terlihat pada Gambar 5.6. Air sungai Pesanggrahan dipompa dan ditampung di dalam bak yang diletakkan di atas tower. Dari bak penampung air dilairkan ke masing-masing unit saringan pasir lambat down flow dan unit saringan pasir lambat up flow dengan kecepatan penyaringan yang sama yakni 7 m3/m2.hari. selanjutnya selama proses berjalan kualitas air baku dan air olahan serta kerugian tekanan (head loss) pada tiap unit saringan diukur dan dianalisa. Parameter yang diukur selama percobaan antara lain yakni kerugian tekanan (head loss), kekeruhan, konsentrasi amonium, Zat Besi (Fe), dan zat organik (angka permanganat).

2.             Hasil Uji Performance

a.             Head Loss (Kerugian Tekanan)
Hasil percobaan dengan menggunakan saringan pasir lambat dengan sistem aliran down flow dan up flow seperti pada Gambar 6 menunjukakan bahwa dengan sistem aliran down flow head loss setelah 4 hari operasi hanya sekitar 3,5 cm. Setelah itu head loss naik dengan tajam, dan setelah operasi berjalan 10 hari head loss telah mencapai 63 cm. Setelah operasi berjalan selama 14 hari head loss telah melebihi 93 cm. Jadi, jika terdapat ruang bebas 90 cm maka umur operasi dengan sistem aliran down flow hanya sekitar 14 hari atau dua minggu.
Dengan sistem aliran up flow, setelah operasi berjalan 20 hari head laos pada sistem filter hanya 13 cm, dan setelah operasi berjalan 32 hari head loss hanya mencapai 30 cm. Dengan demikian dapat dilihat dengan jelas bahwa saringan pasir lambat dengan sistem aliran up flow mempunyai umur operasi yang jauh lebih lama dibandingkan dengan sistem dengan aliran down flow. Perubahan total head loss pada saringan pasir lambat dengan sistem aliran down flow dan up flow selama percobaan secara lengkap dapat dilihat seperti pada Gambar 5.7.
b.             Penghilangan Kekeruhan
Kekeruhan air baku selama percobaan berkisar antara 14 – 35 NTU. Hasil percobaan penghilangan kekeruhan di dalam saringan pasir lambat dengan sistem aliran down flow dan up flow selama percobaan dapat dilihat seperti pada Gambar 5.8. Dengan menggunakan saringan pasir lambat dengan sistem aliran down flow kekeruhan air olahan setelah 5 hari operasi 5 NTU dan setelah operasi berjalan 13 hari kekeruhan di dalam air olahan menjadi 1 NTU. Hal ini disebabkan karena dengan sistem aliran down flow kotoran padatan tersuspensi atau partikel yang menyebabkan kekeruhan tertahan pada lapisan pasir yang makin lama makin rapat dan padat sehingga efisiensi penghilangan kekeruhan juga semakin besar. Tetapi dengan semakin padatnya kotoran yang menutup lapisan pasir, head loss yang terjadi juga semakin besar.
Dengan sistem aliran up flow kekeruhan di dalam air hasil olahan relatif konstan yakni sekitar 4 NTU setelah operasi berjalan 32 hari. Secara keseluruhan penghilangan kekeruhan menggunakan saringan pasir lambat dengan sistem aliran down flow maupun up flow menunjukkan hasil yang relatif sama.
c.              Penghilangan Zat Besi (Fe)
Konsentrasi zat besi air baku berkisar antara 0,53 – 1,8 mg/l. Dengan sistem aliran down flow, setelah proses berjalan 5 hari konsentarsi zat besi (Fe) dari 0,53 mg/l turun menjadi 0,13 mg/l, dan setelah operasi berjalan 13 hari konsentrasi zat besi dari 0,93 mg/l turun menjadi 0,11 mg/l dengan efisiensi penghilangan rata-rata 82,6 %.
Dengan sistem aliran up flow, setelah proses operasi berjalan 5 hari konsentrasi zat besi dari 0,53 mg/l turun menjadi 0,1 mg/l, setelah proses berjalan 13 hari konsentrasi zat besi di dalam air baku dari 0,93 mg/l setelah melalui saringan turun menjadi 0,03 mg/l, dan setelah proses berjalan 32 hari konsentrasi Fe dari 1,8 mg/l turun menjadi 0,12 mg/l. Efisiensi penghilangan zat besi rata rata 92,7 %.
Konsentrasi zat besi (Fe) di dalam air baku dan air olahan pada saringan pasir lambat down flow dan saringan pasir up flow serta efisiensi pengolahan selama percobaan dapat dilihat pada Gambar 5.9.
Dari Gambar 5.9 tersebut di atas dapat dilihat bahwa saringan pasir lambat dengan sistem aliran up flow dapat menghilangkan zat besi dengan efisiensi yang lebih besar dibandingkan dengan saringan pasir lambat down flow, meskipun tidak terlalu perbedaannya tidak terlalu besar.
d.             Penghilangan Amonium (NH4+)
Konsentrasi amonium didalam air baku selama percobaan bervariasi antara 0,09 – 1,68 mg/l. Secara keseluruhan konsentrasi amonium (NH4+) di dalam air baku dan air olahan pada saringan pasir lambat down flow dan saringan pasir up flow serta efisiensi penghilangan dapat dilihat pada Gambar 5.10.
Dari hasil percobaan tersebut dapat dilihat bahwa efisiensi penghilangan amonium di dalam saringan pasir lambat down flow dan up flow tidak menunjukkan perbedaan yang berarti yakni berkisar antara 11 – 90,7 % tertgantung dari konsentrasi amonium di dalam air baku. Dari hasil percobaan tersebut dapat dilihat juga bahwa semakin kecil konsentrasi amonium di dalam air baku efisiensi mpenghilangan juga semakin kecil.
e.              Penghilangan Zat Organik
Konsentrasi zat organik (angka permanganat) di dalam air baku dan air olahan pada saringan pasir lambat down flow dan saringan pasir up flow serta efisiensi pengolahan dapat dilihat pada Gambar 5.11. Konsentrasi zat organik di dalam air baku selama percobaan tidak terlalu besar yakni berkiasar antara 5,8 – 7,6 mg/l. Dengan sistem aliran down flow konsentrasi zat organik di dalam air olahan berkisar antara 4,6 – 5,8 mg/l dengan efisiensi penghilangan rata-rata 28,35 %.
Dengan sistem aliran up flow konsentarsi zat organik di dalam air olahan berkisar antara 4,3 – 4,6 mg/l dengan efisiensi penghilangan rata-rata 33,73 %. Dengan demikian saringan pasir lambat up flow mempunyai efisiensi penghilangan zat organik sedikit lebih besar dibandingkan dengan saringan pasir lambat down flow.

C.           Uji Coba Pilot Plan Saringan Pasir Lambat Up Flow Kapasitas 100 m3 Per Hari

1.             Disain Konstruksi Pilot Plant Saringan Pasir Lambat Up Flow

Uji coba unit pengolahan air dengan saringan pasir lambat “Up Flow” dilakukan dengan mengoperasikan unit alat pengolah air yang telah dibangun di Pesantren La Tansa, Lebak, Jawa barat, dengan kapasitas 100 M3/hari. Spesifikasi teknis unit saringangan pasir lambat up flow ditunjukkan seperti pada Tabel 5.1, sedangkan disain konstruksinya ditunjukkan seperti pada Gambar 5.12 sampai dengan Gambar 5.14. Foto unit Pengolahan air bersih dengan saringan pasir lambat dengan arah aliran dari bawah ke atas (Up Flow) yang dibangun di Pesantren La tansa, Lebak, Jawa Barat dapat dilihat seperti pada Gambar 5.5.
Air baku yang digunakan adalah air dari saluran irigasi sekunder. Air sungai dialirkan secara garvitasi melalui banguan penyadap ke dalam bak penenang pertama, selanjutnya mengalir ke Bak saringan awal dengan arah aliran dari bawah ke atas (up flow) dengan kecepatan pengaliran 16 m3/m2.hari. Air hasil penyaringan dialirkan ke bak penenang ke dua dan selanjutnya masuk ke bak saringan pasir ke dua sistem aliran up flow dengan kecepatan penyaringan 5 m3/m2.hari. Air hasil penyanringan ke dua tersebut ditampung di dalam bak air bersih, selajutnya dialirkan ke kontaktor khlorine dan dilairkan ke konsumen.

2.             Hasil Uji Coba

Berdasarkan hasil uji coba alat pengolah air saringan pasir lambat Up Flow yang telah dibangun di Pesantren La Tansa, Lebak, Jawa Barat, dengan kapasitas operasi 100 M3/Hari, didapatkan hasil analisa kualias air sebelum dan sesudah pengolahan seperti pada Tabel 5.2.
Dari hasil analisa tersebut dapat dilihat bahwa dengan teknologi saringan pasir lambat tersebut dapat menurunkan zat besi dari 1,16 mg/lt menjadi 0,36 mg/lt. Konsentrasi ammonium juga turun dari 0,4 mg/lt menjadi tak terdeteksi. Kekeruhan air baku turun dari 28,8 NTU menjadi 4,8 NTU, sedangkan warna dari 25 Pt-Co turun menjadi 0,9 Pt-Co.
Dari hasil analisa air tersebut secara umum dapat diketahui bahwa hasil air olahan dengan saringan pasir lambat dengan arah aliran dari bawah ke atas tersebut sudah memenuhi syarat sebagai air bersih, dan jika direbus sudah dapat digunakan sebagai air minum sesuai dengan standar kesehatan.

3.              Operasional dan Perawatan

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam hal pengoperasian Sarpalam antara lain:
a.              Kecepatan penyaringan harus diatur sesuai dengan standar perencanaan. Pada umumnya, setelah Sarpalam beroperasi kecepatan pengaliran tidak terkontrol karena kebutuhan meningkat dengan cepat. Pada kondisi ini pengelola biasanya memperbesar aliran air baku, sehingga melebihi dari kemampuan filter atau melebihi dari standar perencanaan. Akibat yang muncul adalah kualitas air olahan akan menurun dan tinggi permukaan air di media filter akan naik dan filter cepat jenuh atau buntu.
b.             Pada kondisi hujan atau banjir, kekeruhan air baku akan meningkat dengan cepat. Kekeruhan meningkat dapat diamati secara kasat mata, air baku akan berwarna coklat atau putih tergantung padatannya, jarak tembus pandang sangat terbatas. Jika kekeruhan air baku meningkat, maka laju aliran harus diperkecil.
c.              Pencucian media penyaring (pasir) pada saringan awal (pertama) sebaiknya dilakukan minimal setelah 1 minggu operasi, sedangkan pencucian pasir pada saringan ke dua dilakukan minimal setelah 3 - 4 minggu operasi atau diamati pada tinggi permukaan air pada filter pertama dan kedua, jika permukaan naik 10 cm, maka filter dapat dicuci.
d.             Pada sistem down flow pencucian rutin dapat dilakukan dengan mengeruk bagian permukaan pasir setebal 5 cm, tetapi jika terjadi penyemenan pada bagian bawah seluruh pasir harus diangkat di cuci atau diganti dengan media pasir baru. Sedangkan pada sistem up flow pencucian media pasir dilakukan dengan cara membuka kran penguras pada tiap-tiap bak saringan, kemudian lumpur yang ada pada dasar bak dapat dibersihkan dengan cara mengalirkan air baku sambil dibersihkan dengan sapu sehingga lumpur yang mengendap dapat dikelurakan. Jika lupur yang ada di dalam lapisan pasir belum bersih secara sempurna, maka pencucian dapat dilakukan dengan mengalirkan air baku ke bak saringan pasir tersebut dari bawah ke atas dengan kecepatan yang cukup besar sampai lapisan pasir terangkat (terfluidisasi), sehingga kotoran yang ada di dalam lapisan pasir terangkat ke atas. Selanjutnya air yang bercampur lumpur yang ada di atas lapisan pasir dipompa keluar sampai air yang keluar dari lapisan pasir cukup bersih.

D.           Contoh Desain Sarpalam Up Flow Kapasitas 100 m3 Per Hari

1.             Kapasitas Pengolahan dan Lokasi

Unit Pengolahan Air Saringan Pasir Lambat Sistem Up Flow kapasitas 100 m3/hari (Sarpalam 100UF) dibangun di Dusun Dantar, Kelurahan Padang Cermin, Kecamatan Padang Cermin, Lampung yang mampu memenuhi kebutuhan air bersih bagi 250 KK, khususnya Dusun Dantar yang sulit mendapatkan air bersih terutama pada musim kemarau.

2.             Perencanaan

a.             Proses, Sistem dan Standard Disain
Proses Pengolahan
Di dalam sistem pengolahan ini, proses pengolahan yang utama adalah penyaringan dengan media pasir dengan kecepatan penyaringan 4 - 6 m3/m2/hari. Adapun proses yang terjadi pada saringan pasir lambat adalah sebagai berikut; Apabila air baku dialirkan ke saringan pasir lambat, maka kotoran-kotoran yang ada di dalamnya akan tertahan pada media pasir. Oleh karena adanya akumulasi kotoran baik dari zat organik maupun zat anorganik pada media filternya, maka terbentuk lapisan (film) biologis. Dengan terbentuknya lapisan ini maka di samping proses penyaringan secara fisika terjadi pula penghilangan kotoran (impuritis) secara biokimia. Dengan demikian zat besi, mangan dan zat-zat yang menimbulkan bau dapat dihilangkan. Hasil dengan cara pengolahan ini mempunyai kualitas yang baik. Cara ini sangat sesuai untuk pengolahan yang air bakunya mempunyai kekeruhan yang rendah dan relatif tetap. Biaya operasi rendah karena proses pengendapan tanpa bahan kimia.
Sistem
Untuk mengatasi masalah kebuntuan terutama pada saat tingkat kekeruhan air bakunya cukup tinggi misalnya pada waktu musim hujan, maka agar supaya beban saringan pasir lambat tidak telalu besar, perlu dilengkapi dengan peralatan pengolahan pendahuluan yaitu bak pengendapan awal berupa saringan Up Flow dengan media berikil atau batu pecah, dan pasir kwarsa / silika. Selanjutnya dari bak saringan awal, air dialirkan ke bak saringan utama dengan arah aliran dari bawah ke atas (Up Flow) juga. Air yang keluar dari bak saringan pasir tersebut merupakan air olahan dan di alirkan ke bak penampung air bersih, selanjutnya didistribusikan ke konsumen dengan cara gravitasi atau dengan memakai pompa.
Jika saringan telah jenuh atau buntu, dapat dilakukan pencucian balik dengan cara membuka kran penguras. Dengan adanya sistem pengurasan ini, air bersih yang berada di atas lapisan pasir dapat berfungi sebagai air pencuci media penyaring (back wash). Dengan demikian pencucian media penyaring pada saringan pasir lambat tersebut dilakukan tanpa pengeluaran atau pengerukan media penyaringnya, dan dapat dilakukan kapan saja. Saringan pasir lambat ini mempunyai keunggulan dalam hal pencucian media saringan (pasir) yang mudah, serta hasilnya sama dengan saringan pasir yang konvesional.
Standard
Standar desain kecepatan penyaringan adalah berkisar 5 – 10 m3/m2/hari. Kapasitas disain unit ini adalah 100 m3/hari. Standar disainnya dapat dilihat pada Tabel 5.3. Disain konstruksi dirancang setelah didapat hasil dari survai lapangan baik mengenai kuantitas maupun kualitas. Secara umum, proses pengolahan air bersih dengan saringan pasir lambat terdiri atas unit proses:
1)             Bangunan Penangkap Air (Intake System)
2)             Bak Pengendap dan saringan awal
3)             Bak Pengendap dan saringan tengah
4)             Bak penampung air bersih.
5)             Sistem pencucian
6)             Sistem distribusi
7)             Sistem Disinfeksi
b.             Disain Konstruksi
Gambar 5.16 dan Gambar 5.17 penampang melintang adalah Sarpalam Up Flow dengan kapasitas 100 m3/hari. Penampang melintang Unit Sarpalam Up Flow terbagi atas 4 sekat. Sekat pertama merupakan tempat masuknya air baku. Pada bagian ini permukaan air paling tinggi dibandingkan di bagian lain, sehingga tekanan air pada filter juga kuat. Sedimen atau partikel-partikel besar akan mengendap pada bagian bawah ini dan secara berkala mudah untuk dibersihkan, dengan cara membuka keran serta menyapu lantai dengan sapu lidi, dengan bantuan semprotan air dari sistem disebelahnya. Sekat pertama ini dilengkapi dengan keran pengatur air baku dan pipa luapan. Sekat kedua berisi pasir dan kerikil. Air dari sekat pertama masuk ke sekat kedua melalui bagian bawah. Butiran media pasir pada bagian ini lebih kasar dibandingkan pasir pada sekat tiga. Desain kecepatan untuk sekat dua adalah 6 m/hari. Air dari sekat dua masuk ke sekat tiga melalui bagian tengah dan bergerak kearah samping, kemudian naik ke atas. Pada bagian ini didisain kecepatan aliran adalah 4 m/hari. Sekat keempat adalah tempat air hasil olahan yang siap didistribusikan ke konsumen.
Ukurannya lebar 6,50 m, panjang 14 meter dan ketinggian berkisar 2,10 – 2,70 m. Kontruksi beton. Untuk memudahkan didalam pemeliharaan unit ini terbagi dua, masing-masing lengkap dengan sistemnya sendiri-sendiri.

3.             Pelaksanaan Pembangunan

a.             Penggalian Jalur Pipa Air Baku dan Pipa Distribusi
Jalur galian pipa sedalam 75 cm dan sepanjang 300 meter menggunakan pipa PVC dengan diameter 4 inchi.
b.             Bangunan Penangkap Air
Bangunan penangkap air berfungsi sebagai penampung air sementara, sebelum air dialirkan kedalam Unit Sarpalam. Penampung ini didesain sedemikian rupa, sehingga kotoran mengambang dan pasir tidak terbawa masuk ke dalam pipa penangkap air dan Unit Sarpalam tetap bersih. Pada bagian awalnya dilengkapi dengan pipa PVC berpori cabang tiga yang ditanam di dalam kerikil ukuran 2 – 3 cm. Dengan demikian air yang masuk ke dalam bangunan penangkap air sudah bersih dan terbebas dari kotoran mengambang.
Bangunan penangkap air ini juga dilengkapi dengan dua buah keran pengatur dan saringan. Keran pertama berfungsi sebagai pengatur laju aliran air baku dan keran kedua berfungsi sebagai keran penguras yang dapat digunakan pada saat pembersihan bak penangkap air baku. Secara berkala bak penangkap air ini harus dibersihkan. Untuk memudahkan pembersihan keran pertama harus ditutup dan keran kedua dibuka, dengan demikian pembersihan akan mudah untuk dilakukan (Gambar 5.19).
c.              Bangunan Fisik
Unit ini terdiri secara garis besar terdiri dari tiga bak utama. Bak pertama berfungsi sebagai tempat masuknya air baku dan penyaring tahap pertama. Beban penyaringan bak pertama lebih berat dibandingkan bak kedua. Oleh karena itu dalam standard disain ukuran pasirnya lebih besar sehingga tidak mudah tersumbat. Sedangkan bak kedua berfungsi sebagai tempat penampungan hasil penyaringan dari bak pertama dan dilengkapi oleh saringan pasir yang ukurannya lebih halus. Bak ketiga berfungsi sebagai tempat penampungan hasil proses dari bak pertama dan kedua. Bak ketiga ini dilengkapi dengan kran pengatur. Air dari bak ketiga ini siap untuk didistribusikan.
Pada bak pertama terdapat dua buah kran pengatur yang berfungsi sebagai pengatur laju aliran yang masuk kedalam unit pengolahan air. Unit Sarpalam Up Flow merupakan sistem penyaringan ganda, dimana pada bagian tengahnya terbelah menjadi dua, sehingga apabila satu bagian kotor atau dalam perbaikan, maka bagian lainnya masih dapat berfungsi.
Untuk proses pengolahan dengan sistem saringan pasir lambat membutuhkan waktu untuk tumbuhnya mikrobiologi pada butiran pasirnya, sehingga prosesnya diperkirakan akan berjalan efektif kurang lebih satu samapi dua bulan kemudian.
d.             Media Filter
Media filter yang digunakan dalam Unit Sarpalam Up Flow ini adalah pasir dan kerikil. Pada bak pertama kerikil yang digunakan adalah ukuran 2-3 cm dan pasirnya kasar, sedangkan bak kedua kerikilnya sama ukurannya dan pasirnya lebih halus. Tebal media total adalah 1 meter. Volume media pada bak pertama sebesar 20 m3, sedangkan pada bak kedua sebesar 30 m3. Kecepatan aliran dari bak pertama direncanakan adalah 6 m3/m2/hari, sedangkan bak kedua adalah 4 m3/m2/hari. Dalam pengisian media perlu diperhitungkan penyusutan akibat pencucian dan pemadatan.
Pengisian membutuhkan waktu 4 hari dan pencucian 2 hari. Sedangkan pencucian media menggunakan air baku yang dialirkan dari bagian bawah media. Dalam proses pencucian media dibantu dengan pompa air berkapasitas 600 liter/menit. Penggunaan pompa dimaksudkan untuk mempercepat pekerjaan, terutama untuk menyedot kotoran-kotoran yang mengambang.
e.              Sistem Pencucian dan Air Limpasan
Media filter dapat tersumpat, terutama jika air baku terlalu banyak mengandung padatan tersuspensi. Jika hujan besar, biasanya sungai airnya deras dan airnya keruh. Pada kondisi ini media filter cepat jenuh dan perlu untuk dilakukan pencucian. Sistem Sarpalam Up Flow dilengkapi dengan 6 keran pencucian dan dua jalur air limpasan. Keran pencucian berfungsi sebagai keran penguras untuk membersihkan kotoran yang terdapat pada bagian dasar media. Pembersihan media sendiri dapat dilakukan dengan memperbesar aliran masuk, sehingga terjadi aliran yang berlebihan pada butiran pasir dan biasanya kotoran halusnya akan mengambang. Kotoran yang mengambang akan terbuang melalui jalur limpasan atau dihisap dengan menggunakan pompa hisap jika diperlukan. Air buangan hasil pencucian masuk kedalam saluran pembuangan dan langsung masuk ke selokan di daerah persawahan.
f.               Sistem Distribusi
Jaringan distribusi utama menggunakan pipa PVC dengan diameter 3 " sepanjang 270 m. Distribusi dilakukan secara gravitasi.

4.             Kualitas Air

Kualitas air jika ditinjau dari Permenkes No. 416/Menkes /Per/IX/1990 tentang persyaratan kualitas air minum sudah baik. Hanya saja bila musim hujan tiba sering terjadi banjir dan kekeruhannya bertambah. Dalam kondisi banjir keran pengatur laju air baku dapat dikecilkan, sehingga proses penyaringan tidak dipaksakan dan airnya hasil olahan lebih jernih. Jika keran pengatur terlalu besar maka pasir pada saringan pertama atau kedua akan terangkat oleh aliran air. Hasil analisa air olahan dapat dilihat pada Tabel 5.4.



BAB III

PENUTUP


A.           Kesimpulan

Dari hasil percobaan dan uji coba pilot plant saringan pasir lambat up flow tersebut di atas dapat disimpulkan beberapa hal antara lain:
a.              Saringan pasir lambat dengan sistem aliran dari bawah ke atas (up flow) mempunyai kerugian tekanan (head loss) yang jauh lebih kecil dibanding dengan sistem aliran dari atas kebawah, ataudengan kata lain sistem sarinagan pasir lambat up flow memepunyai umur operasi yang lebih lama.
b.             Tidak memerlukan bahan kimia, sehingga biaya operasinya sangat murah.
c.              Dapat menghilangkan zat besi, mangan, dan warna serta kekeruhan.
d.             Dapat menghilangkan ammonia dan polutan organik, karena proses penyaringan berjalan secara fisika dan biokimia.
e.              Sangat cocok untuk daerah pedesaan dan proses pengolahan sangat sederhana.
f.               Perawatan mudah karena pencucian media penyaring (pasir) dilakukan dengan cara membuka kran penguras, sehingga air hasil saringan yang berada di atas lapisan pasir berfungsi sebagai air pencuci. Dengan demikian pencucian pasir dapat dilakukan tanpa pengerukan media pasirnya.
g.             Aspek yang paling menarik dari sistem saringan pasir lambat adalah pengoperasiannya sederhana, mudah dan murah. Apabila konstruksi saringan dirancang sesuai dengan kriteria perencanaan, maka alat ini dapat menghasilkan hasil yang baik dan murah. Di dalam proses saringan pasir lambat ini selain terjadi penyaringan secara fisik juga terjadi proses biokimia. Mikroorganisme yang hidup dan menempel pada permukaan media menyaring dapat menguraikan senyawa organik, amonium serta senyawa mikro polutan lainnya. Selain itu dengan proses saringan pasir lambat juga dapat menurunkan zat besi dan mangan yang ada dalam air baku.
Sistem saringan pasir lambat ini sangat sesuai diterapkan di daerah pedesaan di negara berkembang, khususnya di Indonesia, karena sistem ini cukup sederhana baik dari segi konstruksi operasionalnya , serta biaya operasinya sangat murah. Di samping itu, sistem saringan pasir lambat ini dapat dirancang mulai dari kapasitas yang kecil sampai kapasitas yang besar.

DAFTAR PUTSAKA


Idaman, Nusa Said. Arie Herlambang. Pengolahan Air Bersih Dengan Proses Saringan Pasir Lambat Up Flow. www. kelair.bppt.go.id_BukuAirMinum.pdf. Diakses tanggal 22 Mei 2017.


0 komentar:

Posting Komentar