BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Penyaringan dengan
sarpalam merupakan salah satu proses pengolahan air yang efektif, murah dan
sederhana. Efektif karena hanya dengan satu macam pengolahan saja dapat
dihasilkan pemisahan atau pengurangan kekeruhan air sampai pada tingkat yang
dapat ditoleransi untuk air bersih, penurunan derajat warna, dan konsentrasi
bakteri yang cukup tinggi, serta penurunan kandungan zat organik dan besi.
Murah karena pada dasarnya proses tersebut tidak memerlukan energi dan bahan
kimia, serta pembangunannya tidak memerlukan biaya besar. Sederhana karena
operasinya tidak memerlukan tenaga khusus yang terdidik dan trampil.
Air bersih merupakan
kebutuhan yang sangat vital bagi masyarakat. Sampai saat ini masalah air bersih
masih banyak dijumpai baik di daerah perkotaan maupun di daerah pedesaan. Salah
satu teknologi pengolahan air untuk daerah pedesaan yang sederhana, mudah dan
murah yakni teknologi saringan pasir lambat. Teknologi saringan pasir lambat
(Sarpalam) dari segi arah alirannya dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu
aliran dari atas ke bawah (down flow), aliran dari bawah ke atas (up flow) dan
kombinasi keduanya.
Umumnya yang banyak
diterapkan di Indonesia adalah saringan pasir lambat konvesional dengan arah
aliran dari atas ke bawah (down flow). Masalah yang dihadapai adalah jika
kekeruhan air baku naik, terutama pada waktu hujan, maka sering terjadi
penyumbatan pada saringan pasir, sehingga perlu dilakukan pencucian secara
manual dengan cara mengeruk media pasirnya dan dicuci, setelah bersih dipasang
lagi seperti semula, dengan demikian memerlukan tenaga yang cucup banyak. Hal
inilah yang sering menyebabkan saringan pasir lambat yang telah dibangun kurang
berfungsi dengan baik, terutama pada musim hujan. Untuk mengatasi problem
sering terjadinya kebuntuan saringan pasir lambat akibat kekeruhan air baku
yang tinggi, dapat ditanggulangi dengan cara modifikasi disain saringan pasir
lambat yakni dengan menggunakan proses penyaringan dengan aliran dari bawah ke
atas. Dengan sistem penyaringan dengan aliran dari bawah ke atas, maka waktu
operasi menjadi lebih panjang, dan cara pencucian media penyaringnya lebih
mudah, contoh untuk sistem ini telah dibangun di Pesantren La Tansa Lebak dan
Desa Padang Cermin, Lampung. Sedangkan sarpalam dengan sistem kombinasi
contohnya ada di Pesantren Darunajah, Desa Cipining, Bogor.
Dalam rangka
meningkatkan kebutuhan dasar masyarakat khususnya mengenai kebutuhan akan air
bersih di daerah pedesaan, maka perlu disesuaikan dengan sumber air baku serta
teknologi yang sesuai dengan tingkat penguasaan teknologi dalam masyarakat itu
sendiri. Salah satu alternatif yakni dengan menggunakan teknologi pengolahan
air sederhana dengan proses “Saringan Pasir Lambat”. Cara ini sangat sesuai
untuk pengolahan yang air bakunya mempunyai kekeruhan yang rendah dan relatif
tetap. Biaya operasi rendah karena proses pengendapan biasanya tanpa bahan
kimia. Tetapi jika kekeruhan air baku cukup tinggi, pengendapan dapat juga
memakai bahan kimia (koagulan) agar beban filter tidak terlalu berat.
Sistem saringan pasir
lambat yang banyak digunakan di Indonesia umumnya adalah saringan pasir lambat
dengan arah penyaringan dari atas ke bawah (down flow). Hal ini
disebabkan karena konstruksinya dapat dibuat dengan cara sederhana dan hasilnya
cukup baik sehingga biaya konstruksinya juga relatif lebih rendah. Masalah yang
sering terjadi pada saringan pasir lambat dengan arah penyaringan dari atas ke
bawah adalah kotoran yang tersaring akan membentuk suatu lapisan kotoran lumpur
(cake) yang makin lama makin tebal dan padat yang dapat menyebabkan
kebutuan pada sisten saringan pasir lambat. Terlebih lagi jika kekeruhan air
baku naik, terutama pada waktu hujan, maka sering terjadi penyumbatan pada
saringan pasir, sehingga perlu dilakukan pencucian secara manual dengan cara
mengeruk media pasirnya dan dicuci, setelah bersih dipasang lagi seperti
semula, sehingga memerlukan tenaga yang cukup banyak. Hal inilah yang sering
menyebabkan saringan pasir lambat yang telah dibangun kurang berfungsi dengan
baik, terutama pada musim hujan.
Untuk mengatasi problem
sering terjadinya kebuntuan saringan pasir lambat akibat kekeruhan air baku
yang tinggi, dapat ditanggulangi dengan cara modifikasi disain saringan pasir
lambat yakni dengan menggunakan proses saringan pasir lambat “Up Flow (penyaringan
dengan aliran dari bawah ke atas). Dengan sistem penyaringan dengan aliran dari
bawah ke atas maka waktu operasi menjadi lebih panjang, dan cara pencucian
media penyaringnya lebih mudah.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah definisi
dari Sistem Saringan Pasir Lambat?
2.
Bagaimana Uji
Performance Saringan Pasir Lambat?
3.
Bagaimana Uji
coba Pilot Plan Saringan Pasir lambat Up Flow Kapasitas 100 m3 Per Hari?
4.
Bagaimana Contoh
Desain Sarpalam Up Flow Kapasitas 100 m3 Per Hari?
C.
Tujuan
1.
Untuk Mengetahui
definisi dari Sistem Saringan Pasir Lambat?
2.
Untuk Mengetahui
Uji Performance Saringan Pasir Lambat?
3.
Untuk Mengetahui
Uji coba Pilot Plan Saringan Pasir lambat Up Flow Kapasitas 100 m3 Per Hari?
4.
Untuk Mengetahui
Contoh Desain Sarpalam Up Flow Kapasitas 100 m3 Per Hari?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sistem Saringan Pasir Lambat
Sistem saringan pasir
lambat adalah merupakan teknologi pengolahan air yang sangat sederhana dengan
hasil air bersih dengan kualitas yang baik. Sistem saringan pasir lambat ini
mempunyai keunggulan antara lain tidak memerlukan bahan kimia (koagulan) yang
mana bahan kimia ini merupakan kendala sering dialami pada proses pengolahan
air di daerah pedesaan.
Di dalam sistem
pengolahan ini proses pengolahan yang utama adalah penyaringan dengan media
pasir dengan kecepatan penyaringan 5 - 10 m3/m2/hari. Air baku dialirkan ke
tangki penerima, kemudian dialirkan ke bak pengendap tanpa memakai zat kimia
untuk mengendapkan kotoran yang ada dalam air baku. selanjutnya di saring
dengan saringan pasir lambat. Setelah disaring dilakukan proses khlorinasi dan
selanjutnya ditampung di bak penampung air bersih, seterusnya di alirkan ke
konsumen.
Jika air baku dialirkan
ke saringan pasir lambat, maka kotoran-kotoran yang ada di dalamnya akan
tertahan pada media pasir. Oleh karena adanya akumulasi kotoran baik dari zat
organik maupun zat anorganik pada media filternya akan terbentuk lapisan (film)
biologis. Dengan terbentuknya lapisan ini maka di samping proses penyaringan
secara fisika dapat juga menghilangkan kotoran (impuritis) secara
bio-kimia. Biasanya ammonia dengan konsetrasi yang rendah, zat besi, mangan dan
zat-zat yang menimbulkan bau dapat dihilangkan dengan cara ini. Hasil dengan
cara pengolahan ini mempunyai kualitas yang baik.
Cara ini sangat sesuai
untuk pengolahan yang air bakunya mempunyai kekeruhan yang rendah dan relatif
tetap. Biaya operasi rendah karena proses pengendapan biasanya tanpa bahan
kimia. Tetapi jika kekeruhan air baku cukup tinggi, pengendapan dapat juga
memakai bahan kimia (koagulan) agar beban filter tidak terlalu berat.
Secara umum, proses pengolahan air bersih dengan saringan pasir
lambat konvensional terdiri atas unit proses yakni bangunan penyadap, bak
penampung, saringan pasir lambat dan bak penampung air bersih.
Unit pengolahan air dengan saringan pasir lambat merupakan suatu
paket. Air baku yang digunakan yakni air sungai atau air danau yang tingkat
kekeruhannya tidak terlalu tinggi. Jika tingkat kekeruhan air bakunya cukup
tinggi misalnya pada waktu musim hujan, maka agar supaya beban saringan pasir
lambat tidak telalu besar, maka perlu dilengkapi dengan peralatan pengolahan
pendahuluan misalnya bak pengendapan awal dengan atau tanpa koagulasi bahan
dengan bahan kimia. Umumnya disain konstruksi dirancang
setelah didapat hasil dari survai lapangan baik mengenai kuantitas maupun
kualitas. Dalam gambar desain telah ditetapkan proses pengolahan yang
dibutuhkan serta tata letak tiap unit yang beroperasi. Kapasitas pengolahan
dapat dirancang dengan berbagai macam ukuran sesuai dengan kebutuhan yang
diperlukan.
Biasanya
saringan pasir lambat hanya terdiri dari sebuah bak yang terbuat dari beton,
ferosemen, bata semen atau bak fiber glass untuk menampung air dan media
penyaring pasir dengan arah penyaringan dari atas ke bawah. Bak ini dilengkapi
dengan sistem saluran bawah, inlet, outlet dan peralatan kontrol.
Untuk
sistem saringan pasir lambat konvensional dengan arah penyaringan dari atas ke
bawah terdapat dua tipe saringan yakni:
a.
Saringan pasir lambat dengan kontrol pada inlet (Gambar 5.1).
b.
Saringan pasir lambat dengan kontrol pada outlet. (Gambar 5.2).
Kedua sistem saringan pasir lambat
tersebut mengunakan sistem penyaringan dari atas ke bawah (down flow).
Kapasitas pengolahan dapat dirancang dengan berbagai macam ukuran sesuai dengan
kebutuhan yang diperlukan. Biasanya saringan pasir lambat hanya terdiri dari
sebuah bak yang terbuat dari beton, ferosemen, bata semen atau bak fiber glass
untuk menampung air dan media penyaring pasir. Bak ini dilengkapi dengan sistem
saluran bawah, inlet, outlet dan peralatan kontrol. Hal-hal yang perlu
diperhatikan pada sistem saringan pasir lambat antara lain yakni :
a.
Bagian Inlet
Struktur
inlet dibuat sedemikian rupa sehingga air masuk ke dalam saringan tidak merusak
atau mengaduk permukaan media pasir bagian atas. Struktur inlet ini biasanya
berbentuk segi empat dan dapat berfungsi juga untuk mengeringkan air yang
berada di atas media penyaring (pasir).
b.
Lapisan Air di Atas media
Penyaring (supernatant)
Tinggi
lapisan air yang berada di atas media penyaring (supernatant) dibuat sedemikian
rupa agar dapat menghasilkan tekanan (head) sehingga dapat mendorong air mengalir
melalui unggun pasir. Di samping itu juga berfungsi agar dapat memberikan waktu
tinggal air yang akan diolah di dalam unggun pasir sesuai dengan kriteria
disain.
c.
Bagian Pengeluaran
(Outlet)
Bagian
outlet ini selain untuk pengeluran air hasil olahan, berfungsi juga sebagai
weir untuk kontrol tinggi muka air di atas lapisan pasir.
d.
Media Pasir (Unggun
Pasir)
Media
penyaring dapat dibuat dari segala jenis bahan inert(tidak larut dalam air atau
tidak bereaksi dengan bahan kimia yang ada dalam air). Media penyaring yang
umum dipakai yakni pasir silika karena mudah diperoleh, harganya cukup murah
dan tidak mudah pecah. Diameter pasir yang digunakan harus cukup halus yakni
dengan ukuran 0,2-0,4 mm.
e.
Sistem Saluran Bawah
(Drainage)
Sistem
saluran bawah berfungsi untuk mengalirkan air olahan serta sebagai penyangga
media penyaring. Saluran ini tediri dari saluran utama dan saluran cabang,
terbuat dari pipa berlubang yang di atasnya ditutup dengan lapisan kerikil.
Lapisan kerikil ini berfungsi untuk menyangga lapisan pasir agar pasir tidak
menutup lubang saluran bawah.
f.
Ruang Pengeluaran
Ruang
pengeluaran terbagi menjadi dua bagian yang dipisahkan dengan sekat atau
dinding pembatas. Di atas dinding pembatas ini dapat dilengkapi dengan weir
agar limpasan air olahannya sedikit lebih tinggi dari lapisan pasir. Weir ini
berfungsi untuk mencegah timbulnya tekanan di bawah atmosfir dalam lapisan
pasir serta untuk menjamin saringan pasir beroperasi tanpa fluktuasi level pada
reservoir. Dengan adanya air bebas yang jatuh melalui weir, maka konsentrasi
oksigen dalam air olahan akan bertambah besar.
Pengolahan air bersih dengan menggunakan
sistem saringan pasir lambat konvensional ini mempunyai keunggulan antara lain:
a)
Tidak memerlukan bahan
kimia, sehingga biaya operasinya sangat murah.
b)
Dapat menghilangkan zat
besi, mangan, dan warna serta kekeruhan.
c)
Dapat menghilangkan
ammonia dan polutan organik, karena proses penyaringan berjalan secara fisika
dan biokimia.
d)
Sangat cocok untuk daerah
pedesaan dan proses pengolahan sangat sederhana.
Sedangkan beberapa kelemahan dari sistem
saringan pasir lambat konvensiolal tersebut yakni antara lain:
a)
Jika air bakunya
mempunyai kekeruhan yang tinggi, beban filter menjadi besar, sehingga sering
terjadi kebutuan. Akibatnya waktu pencucian filter menjadi pendek
b)
Kecepatan penyaringan
rendah, sehingga memerlukan euangan yang cukup luas.
c)
Pencucian filter
dilakukan secara manual, yakni dengan cara mengeruk lapisan pasir bagian atas
dan dicuci dengan air bersih, dan setelah bersih dimasukkan lagi ke dalam bak
saringan seperti semula.
d)
Karena tanpa bahan kimia,
tidak dapat digunakan untuk menyaring air gambut
Untuk mengatasi problem
sering terjadinya kebuntuan saringan pasir lambat akibat kekeruhan air baku
yang tinggi, dapat ditanggulangi dengan cara modifikasi disain saringan pasir
lambat yakni dengan menggunakan proses saringan pasir lambat Up Flow
(penyaringan dengan aliran dari bawah ke atas).
2.
Sistem Saringan Pasir Lambat Up Flow
Teknologi saringan pasir lambat
yang banyak diterapkan di Indonesia biasanya adalah saringan pasir lambat
konvesional dengan arah aliran dari atas ke bawah (down flow), sehingga
jika kekeruhan air baku naik, terutama pada waktu hujan, maka sering terjadi
penyumbatan pada saringan pasir, sehingga perlu dilakukan pencucian secara
manual dengan cara mengeruk media pasirnya dan dicuci, setelah bersih dipasang
lagi seperti semula, sehingga memerlukan tenaga yang cucup banyak. Ditambah
lagi dengan faktor iklim di Indonesia yakni ada musim hujan air baku yang ada
mempunyai kekeruhan yang sangat tinggi. Hal inilah yang sering menyebabkan
saringan pasir lambat yang telah dibangun kurang berfungsi dengan baik,
terutama pada musim hujan.
Jika tingkat kekeruhan air bakunya
cukup tinggi misalnya pada waktu musim hujan, maka agar supaya beban saringan
pasir lambat tidak telalu besar, maka perlu dilengkapi dengan peralatan
pengolahan pendahuluan misalnya bak pengendapan awal atau saringan “Up Flow”
dengan media berikil atau batu pecah, dan pasir kwarsa atau silika. Selanjutnya
dari bak saringan awal, air dialirkan ke bak saringan utama dengan arah aliran
dari bawah ke atas (Up Flow). Air yang keluar dari bak saringan pasir Up
Flow tersebut merupakan air olahan dan di alirkan ke bak penampung air bersih,
selanjutnya didistribusikan ke konsumen dengan cara gravitasi atau dengan
memakai pompa.
Diagram proses pengolahan bersih
dengan sistem saringan pasir lambat Up Flow ditunjukkan pada Gambar 5.3. Dengan
sistem penyaringan dari arah bawah ke atas (Up Flow), jika saringan
telah jenuh atau buntu, dapat dilakukan pencucian balik dengan cara membuka
kran penguras. Dengan adanya pengurasan ini, air bersih yang berada di atas
lapisan pasir dapat berfungsi sebagai air pencuci media penyaring (back wash).
Dengan demikian pencucian media penyaring pada saringan pasir lambat Up Flow
tersebut dilakukan tanpa mengeluarkan atau mengeruka media penyaringnya, dan
dapat dilakukan kapan saja.
Saringan pasir lambat “Up Flow”
ini mempunyai keunggulan dalam hal pencucian media saringan (pasir) yang mudah,
serta hasilnya sama dengan saringan pasir yang konvesional. Kapasitas
pengolahan dapat dirancang dengan berbagai macam ukuran sesuai dengan kebutuhan
yang diperlukan.
3.
Kriteria Perencanaan Saringan Pasir Lambat
Untuk merancang saringan pasir lambat beberapa
kriteria perencanaan yang harus dipenuhi antara lain:
a.
Kekeruhan air baku lebih
kecil 10 NTU. Jika lebih besar dari 10 NTU perlu dilengkapi dengan bak
pengendap dengan atau tanpa bahan kimia.
b.
Kecepatan penyaringan
antara 5 - 10 m3/m2/Hari.
c.
Tinggi Lapisan Pasir 70 -
100 cm.
d.
Tinggi lapisan kerikil 25
-30 cm.
e.
Tinggi muka air di atas
media pasir 40 - 120 cm.
f.
Tinggi ruang bebas antara
25 - 40 cm.
g.
Diameter pasir yang
digunakan kira-kira 0,2-0,4 mm
h.
Jumlah bak penyaring
minimal dua buah.
Unit pengolahan air
dengan saringan pasir lambat merupakan suatu paket. Air baku yang digunakan
yakni air sungai atau air danau yang tingkat kekeruhannya tidak terlalu tinggi.
Jika tingkat kekeruhan air bakunya cukup tinggi misalnya pada waktu musim
hujan, maka agar supaya beban saringan pasir lambat tidak telalu besar, maka
perlu dilengkapi dengan peralatan pengolahan pendahuluan misalnya bak
pengendapan awal atau saringan “Up Flow” dengan media berikil atau batu
pecah.
Secara
umum, proses pengolahan air bersih dengan saringan pasir lambat Up Flow sama
dengan saringan pasir lambat Down Flow terdiri atas unit proses:
a)
Bangunan
penyadap
b)
Bak
Penampung / bak Penenang
c)
Saringan
Awal.
d)
Saringan
Pasir Utama.
e)
Bak
Air Bersih.
f)
Perpipaan,
kran, sambungan dll.
g)
Kapasitas
pengolahan dapat dirancang dengan berbagai macam ukuran sesuai dengan kebutuhan
yang diperlukan.
B.
Uji Performance Saringan Pasir Lambat
1.
Bahan dan Metoda Percobaan
Bahan
Percobaan
dilakukan dengan cara mengoperasikan dua unit filter atau saringan pasir lambat
yakni satu unit dengan sistem penyaringan dari atas ke bawah (down flow),
dan yang satunya lagi dengan sistem penyaringan dari bawah ke atas (up flow)
yang dibuat dari bahan pipa PVC dengan diameter 8 inci, tinggi 230 cm. Tiap
unit saringan pasir lambat tersebut mempunyai ketebalan lapisan kerikil dan
lapisan pasir yang sama yakni Tebal lapisan kerikil 15 cm dan tebal lapisan
pasir 100 cm. Media pasir yang digunakan adalah pasir silika dengan ukuran
kira-kira 0,5 mm yang dibeli dipasaran umum. Secara lengkap skema unit saringan
pasir lambat down flow dan saringan pasir lambat up flow yang digunakan untuk
percobaan dapat dilihat seperti pada Gambar 5.4 dan Gambar 5.5.
Air
baku yang digunakan diambil dari sungai Pesanggrahan di Jakarta Barat, yang
menurut SK Gubernur DKI Jakarta No: 582 tahu 1995 termasuk kategori sungai
Golongan B yang peruntukkannya sebagai air baku air minum.
Proses Pengolahan
Skema proses pengolahan air dengan sistem
saringan pasir lambat yang digunakan selama percobaan adalah seperti terlihat
pada Gambar 5.6. Air sungai Pesanggrahan dipompa dan ditampung di dalam bak
yang diletakkan di atas tower. Dari bak penampung air dilairkan ke
masing-masing unit saringan pasir lambat down flow dan unit saringan pasir
lambat up flow dengan kecepatan penyaringan yang sama yakni 7 m3/m2.hari.
selanjutnya selama proses berjalan kualitas air baku dan air olahan serta
kerugian tekanan (head loss) pada tiap unit saringan diukur dan dianalisa. Parameter
yang diukur selama percobaan antara lain yakni kerugian tekanan (head loss),
kekeruhan, konsentrasi amonium, Zat Besi (Fe), dan zat organik (angka
permanganat).
2.
Hasil Uji Performance
a.
Head
Loss (Kerugian Tekanan)
Hasil percobaan dengan
menggunakan saringan pasir lambat dengan sistem aliran down flow dan up flow
seperti pada Gambar 6 menunjukakan bahwa dengan sistem aliran down flow head
loss setelah 4 hari operasi hanya sekitar 3,5 cm. Setelah itu head loss naik
dengan tajam, dan setelah operasi berjalan 10 hari head loss telah mencapai 63
cm. Setelah operasi berjalan selama 14 hari head loss telah melebihi 93 cm.
Jadi, jika terdapat ruang bebas 90 cm maka umur operasi dengan sistem aliran
down flow hanya sekitar 14 hari atau dua minggu.
Dengan sistem aliran up
flow, setelah operasi berjalan 20 hari head laos pada sistem filter hanya 13
cm, dan setelah operasi berjalan 32 hari head loss hanya mencapai 30 cm. Dengan
demikian dapat dilihat dengan jelas bahwa saringan pasir lambat dengan sistem
aliran up flow mempunyai umur operasi yang jauh lebih lama dibandingkan dengan
sistem dengan aliran down flow. Perubahan total head loss pada saringan pasir
lambat dengan sistem aliran down flow dan up flow selama percobaan secara
lengkap dapat dilihat seperti pada Gambar 5.7.
b.
Penghilangan
Kekeruhan
Kekeruhan air baku selama percobaan
berkisar antara 14 – 35 NTU. Hasil percobaan penghilangan kekeruhan di dalam
saringan pasir lambat dengan sistem aliran down flow dan up flow selama
percobaan dapat dilihat seperti pada Gambar 5.8. Dengan menggunakan saringan pasir
lambat dengan sistem aliran down flow kekeruhan air olahan setelah 5
hari operasi 5 NTU dan setelah operasi berjalan 13 hari kekeruhan di dalam air
olahan menjadi 1 NTU. Hal ini disebabkan karena dengan sistem aliran down
flow kotoran padatan tersuspensi atau partikel yang menyebabkan kekeruhan
tertahan pada lapisan pasir yang makin lama makin rapat dan padat sehingga
efisiensi penghilangan kekeruhan juga semakin besar. Tetapi dengan semakin
padatnya kotoran yang menutup lapisan pasir, head loss yang terjadi juga
semakin besar.
Dengan sistem aliran up flow kekeruhan di
dalam air hasil olahan relatif konstan yakni sekitar 4 NTU setelah operasi
berjalan 32 hari. Secara keseluruhan penghilangan kekeruhan menggunakan
saringan pasir lambat dengan sistem aliran down flow maupun up flow menunjukkan
hasil yang relatif sama.
c.
Penghilangan
Zat Besi (Fe)
Konsentrasi zat besi air baku berkisar
antara 0,53 – 1,8 mg/l. Dengan sistem aliran down flow, setelah proses berjalan
5 hari konsentarsi zat besi (Fe) dari 0,53 mg/l turun menjadi 0,13 mg/l, dan
setelah operasi berjalan 13 hari konsentrasi zat besi dari 0,93 mg/l turun
menjadi 0,11 mg/l dengan efisiensi penghilangan rata-rata 82,6 %.
Dengan sistem aliran up flow, setelah
proses operasi berjalan 5 hari konsentrasi zat besi dari 0,53 mg/l turun
menjadi 0,1 mg/l, setelah proses berjalan 13 hari konsentrasi zat besi di dalam
air baku dari 0,93 mg/l setelah melalui saringan turun menjadi 0,03 mg/l, dan
setelah proses berjalan 32 hari konsentrasi Fe dari 1,8 mg/l turun menjadi 0,12
mg/l. Efisiensi penghilangan zat besi rata rata 92,7 %.
Konsentrasi zat besi (Fe) di dalam air
baku dan air olahan pada saringan pasir lambat down flow dan saringan pasir up
flow serta efisiensi pengolahan selama percobaan dapat dilihat pada Gambar 5.9.
Dari Gambar 5.9 tersebut di atas dapat
dilihat bahwa saringan pasir lambat dengan sistem aliran up flow dapat
menghilangkan zat besi dengan efisiensi yang lebih besar dibandingkan dengan
saringan pasir lambat down flow, meskipun tidak terlalu perbedaannya tidak
terlalu besar.
d.
Penghilangan
Amonium (NH4+)
Konsentrasi
amonium didalam air baku selama percobaan bervariasi antara 0,09 – 1,68 mg/l.
Secara keseluruhan konsentrasi amonium (NH4+) di dalam air baku dan air olahan
pada saringan pasir lambat down flow dan saringan pasir up flow serta
efisiensi penghilangan dapat dilihat pada Gambar 5.10.
Dari
hasil percobaan tersebut dapat dilihat bahwa efisiensi penghilangan amonium di
dalam saringan pasir lambat down flow dan up flow tidak menunjukkan perbedaan
yang berarti yakni berkisar antara 11 – 90,7 % tertgantung dari konsentrasi
amonium di dalam air baku. Dari hasil percobaan tersebut dapat dilihat juga
bahwa semakin kecil konsentrasi amonium di dalam air baku efisiensi
mpenghilangan juga semakin kecil.
e.
Penghilangan
Zat Organik
Konsentrasi zat organik (angka
permanganat) di dalam air baku dan air olahan pada saringan pasir lambat down
flow dan saringan pasir up flow serta efisiensi pengolahan dapat dilihat pada
Gambar 5.11. Konsentrasi
zat organik di dalam air baku selama percobaan tidak terlalu besar yakni
berkiasar antara 5,8 – 7,6 mg/l. Dengan sistem aliran down flow konsentrasi zat
organik di dalam air olahan berkisar antara 4,6 – 5,8 mg/l dengan efisiensi
penghilangan rata-rata 28,35 %.
Dengan sistem aliran up flow konsentarsi
zat organik di dalam air olahan berkisar antara 4,3 – 4,6 mg/l dengan efisiensi
penghilangan rata-rata 33,73 %. Dengan demikian saringan pasir lambat up flow
mempunyai efisiensi penghilangan zat organik sedikit lebih besar dibandingkan
dengan saringan pasir lambat down flow.
C.
Uji Coba Pilot Plan Saringan Pasir Lambat Up Flow Kapasitas 100 m3 Per Hari
1.
Disain Konstruksi Pilot Plant Saringan Pasir Lambat Up Flow
Uji coba unit pengolahan
air dengan saringan pasir lambat “Up Flow” dilakukan dengan mengoperasikan unit
alat pengolah air yang telah dibangun di Pesantren La Tansa, Lebak, Jawa barat,
dengan kapasitas 100 M3/hari. Spesifikasi teknis unit saringangan pasir lambat
up flow ditunjukkan seperti pada Tabel 5.1, sedangkan disain konstruksinya
ditunjukkan seperti pada Gambar 5.12 sampai dengan Gambar 5.14. Foto unit
Pengolahan air bersih dengan saringan pasir lambat dengan arah aliran dari
bawah ke atas (Up Flow) yang dibangun di Pesantren La tansa, Lebak, Jawa
Barat dapat dilihat seperti pada Gambar 5.5.
Air baku yang digunakan
adalah air dari saluran irigasi sekunder. Air sungai dialirkan secara garvitasi
melalui banguan penyadap ke dalam bak penenang pertama, selanjutnya mengalir ke
Bak saringan awal dengan arah aliran dari bawah ke atas (up flow) dengan
kecepatan pengaliran 16 m3/m2.hari. Air hasil penyaringan dialirkan ke bak
penenang ke dua dan selanjutnya masuk ke bak saringan pasir ke dua sistem
aliran up flow dengan kecepatan penyaringan 5 m3/m2.hari. Air hasil
penyanringan ke dua tersebut ditampung di dalam bak air bersih, selajutnya
dialirkan ke kontaktor khlorine dan dilairkan ke konsumen.
2.
Hasil Uji Coba
Berdasarkan hasil
uji coba alat pengolah air saringan pasir lambat Up Flow yang telah
dibangun di Pesantren La Tansa, Lebak, Jawa Barat, dengan kapasitas operasi 100
M3/Hari, didapatkan hasil analisa kualias air sebelum dan sesudah pengolahan
seperti pada Tabel 5.2.
Dari hasil analisa tersebut dapat
dilihat bahwa dengan teknologi saringan pasir lambat tersebut dapat menurunkan
zat besi dari 1,16 mg/lt menjadi 0,36 mg/lt. Konsentrasi ammonium juga turun
dari 0,4 mg/lt menjadi tak terdeteksi. Kekeruhan air baku turun dari 28,8 NTU
menjadi 4,8 NTU, sedangkan warna dari 25 Pt-Co turun menjadi 0,9 Pt-Co.
Dari hasil analisa air
tersebut secara umum dapat diketahui bahwa hasil air olahan dengan saringan
pasir lambat dengan arah aliran dari bawah ke atas tersebut sudah memenuhi
syarat sebagai air bersih, dan jika direbus sudah dapat digunakan sebagai air
minum sesuai dengan standar kesehatan.
3.
Operasional dan Perawatan
Beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam hal pengoperasian Sarpalam antara lain:
a.
Kecepatan
penyaringan harus diatur sesuai dengan standar perencanaan. Pada umumnya,
setelah Sarpalam beroperasi kecepatan pengaliran tidak terkontrol karena
kebutuhan meningkat dengan cepat. Pada kondisi ini pengelola biasanya
memperbesar aliran air baku, sehingga melebihi dari kemampuan filter atau
melebihi dari standar perencanaan. Akibat yang muncul adalah kualitas air
olahan akan menurun dan tinggi permukaan air di media filter akan naik dan
filter cepat jenuh atau buntu.
b.
Pada
kondisi hujan atau banjir, kekeruhan air baku akan meningkat dengan cepat.
Kekeruhan meningkat dapat diamati secara kasat mata, air baku akan berwarna
coklat atau putih tergantung padatannya, jarak tembus pandang sangat terbatas.
Jika kekeruhan air baku meningkat, maka laju aliran harus diperkecil.
c.
Pencucian
media penyaring (pasir) pada saringan awal (pertama) sebaiknya dilakukan
minimal setelah 1 minggu operasi, sedangkan pencucian pasir pada saringan ke
dua dilakukan minimal setelah 3 - 4 minggu operasi atau diamati pada tinggi
permukaan air pada filter pertama dan kedua, jika permukaan naik 10 cm, maka
filter dapat dicuci.
d.
Pada
sistem down flow pencucian rutin dapat dilakukan dengan mengeruk bagian
permukaan pasir setebal 5 cm, tetapi jika terjadi penyemenan pada bagian bawah
seluruh pasir harus diangkat di cuci atau diganti dengan media pasir baru.
Sedangkan pada sistem up flow pencucian media pasir dilakukan dengan
cara membuka kran penguras pada tiap-tiap bak saringan, kemudian lumpur yang
ada pada dasar bak dapat dibersihkan dengan cara mengalirkan air baku sambil
dibersihkan dengan sapu sehingga lumpur yang mengendap dapat dikelurakan. Jika
lupur yang ada di dalam lapisan pasir belum bersih secara sempurna, maka
pencucian dapat dilakukan dengan mengalirkan air baku ke bak saringan pasir
tersebut dari bawah ke atas dengan kecepatan yang cukup besar sampai lapisan
pasir terangkat (terfluidisasi), sehingga kotoran yang ada di dalam lapisan
pasir terangkat ke atas. Selanjutnya air yang bercampur lumpur yang ada di atas
lapisan pasir dipompa keluar sampai air yang keluar dari lapisan pasir cukup
bersih.
D.
Contoh Desain Sarpalam Up Flow Kapasitas 100 m3 Per
Hari
1.
Kapasitas Pengolahan dan Lokasi
Unit
Pengolahan Air Saringan Pasir Lambat Sistem Up Flow kapasitas 100
m3/hari (Sarpalam 100UF) dibangun di Dusun Dantar, Kelurahan Padang Cermin,
Kecamatan Padang Cermin, Lampung yang mampu memenuhi kebutuhan air bersih bagi
250 KK, khususnya Dusun Dantar yang sulit mendapatkan air bersih terutama pada
musim kemarau.
2.
Perencanaan
a.
Proses,
Sistem dan Standard Disain
Proses Pengolahan
Di dalam sistem pengolahan ini, proses pengolahan yang utama
adalah penyaringan dengan media pasir dengan kecepatan penyaringan 4 - 6
m3/m2/hari. Adapun proses yang terjadi pada saringan pasir lambat adalah
sebagai berikut; Apabila air baku dialirkan ke saringan pasir lambat, maka
kotoran-kotoran yang ada di dalamnya akan tertahan pada media pasir. Oleh
karena adanya akumulasi kotoran baik dari zat organik maupun zat anorganik pada
media filternya, maka terbentuk lapisan (film) biologis. Dengan terbentuknya
lapisan ini maka di samping proses penyaringan secara fisika terjadi pula
penghilangan kotoran (impuritis) secara biokimia. Dengan demikian zat
besi, mangan dan zat-zat yang menimbulkan bau dapat dihilangkan. Hasil dengan
cara pengolahan ini mempunyai kualitas yang baik. Cara ini sangat sesuai untuk
pengolahan yang air bakunya mempunyai kekeruhan yang rendah dan relatif tetap.
Biaya operasi rendah karena proses pengendapan tanpa bahan kimia.
Sistem
Untuk mengatasi masalah
kebuntuan terutama pada saat tingkat kekeruhan air bakunya cukup tinggi
misalnya pada waktu musim hujan, maka agar supaya beban saringan pasir lambat
tidak telalu besar, perlu dilengkapi dengan peralatan pengolahan pendahuluan
yaitu bak pengendapan awal berupa saringan Up Flow dengan media berikil atau
batu pecah, dan pasir kwarsa / silika. Selanjutnya dari bak saringan awal, air
dialirkan ke bak saringan utama dengan arah aliran dari bawah ke atas (Up Flow)
juga. Air yang keluar dari bak saringan pasir tersebut merupakan air olahan dan
di alirkan ke bak penampung air bersih, selanjutnya didistribusikan ke konsumen
dengan cara gravitasi atau dengan memakai pompa.
Jika saringan telah jenuh atau buntu,
dapat dilakukan pencucian balik dengan cara membuka kran penguras. Dengan
adanya sistem pengurasan ini, air bersih yang berada di atas lapisan pasir
dapat berfungi sebagai air pencuci media penyaring (back wash). Dengan
demikian pencucian media penyaring pada saringan pasir lambat tersebut
dilakukan tanpa pengeluaran atau pengerukan media penyaringnya, dan dapat
dilakukan kapan saja. Saringan pasir lambat ini mempunyai keunggulan dalam hal
pencucian media saringan (pasir) yang mudah, serta hasilnya sama dengan saringan
pasir yang konvesional.
Standard
Standar desain kecepatan penyaringan
adalah berkisar 5 – 10 m3/m2/hari. Kapasitas disain unit ini adalah 100
m3/hari. Standar disainnya dapat dilihat pada Tabel 5.3. Disain konstruksi
dirancang setelah didapat hasil dari survai lapangan baik mengenai kuantitas
maupun kualitas. Secara umum, proses pengolahan air bersih dengan saringan
pasir lambat terdiri atas unit proses:
1)
Bangunan Penangkap Air
(Intake System)
2)
Bak Pengendap dan
saringan awal
3)
Bak Pengendap dan
saringan tengah
4)
Bak penampung air bersih.
5)
Sistem pencucian
6)
Sistem distribusi
7)
Sistem Disinfeksi
b.
Disain
Konstruksi
Gambar
5.16 dan Gambar 5.17 penampang melintang adalah Sarpalam Up Flow dengan
kapasitas 100 m3/hari. Penampang melintang Unit Sarpalam Up Flow terbagi atas 4
sekat. Sekat pertama merupakan tempat masuknya air baku. Pada bagian ini
permukaan air paling tinggi dibandingkan di bagian lain, sehingga tekanan air
pada filter juga kuat. Sedimen atau partikel-partikel besar akan mengendap pada
bagian bawah ini dan secara berkala mudah untuk dibersihkan, dengan cara
membuka keran serta menyapu lantai dengan sapu lidi, dengan bantuan semprotan
air dari sistem disebelahnya. Sekat pertama ini dilengkapi dengan keran
pengatur air baku dan pipa luapan. Sekat kedua berisi pasir dan kerikil. Air
dari sekat pertama masuk ke sekat kedua melalui bagian bawah. Butiran media
pasir pada bagian ini lebih kasar dibandingkan pasir pada sekat tiga. Desain
kecepatan untuk sekat dua adalah 6 m/hari. Air dari sekat dua masuk ke sekat
tiga melalui bagian tengah dan bergerak kearah samping, kemudian naik ke atas.
Pada bagian ini didisain kecepatan aliran adalah 4 m/hari. Sekat keempat adalah
tempat air hasil olahan yang siap didistribusikan ke konsumen.
Ukurannya
lebar 6,50 m, panjang 14 meter dan ketinggian berkisar 2,10 – 2,70 m. Kontruksi
beton. Untuk memudahkan didalam pemeliharaan unit ini terbagi dua,
masing-masing lengkap dengan sistemnya sendiri-sendiri.
3.
Pelaksanaan Pembangunan
a.
Penggalian
Jalur Pipa Air Baku dan Pipa Distribusi
Jalur
galian pipa sedalam 75 cm dan sepanjang 300 meter menggunakan pipa PVC dengan
diameter 4 inchi.
b.
Bangunan
Penangkap Air
Bangunan
penangkap air berfungsi sebagai penampung air sementara, sebelum air dialirkan
kedalam Unit Sarpalam. Penampung ini didesain sedemikian rupa, sehingga kotoran
mengambang dan pasir tidak terbawa masuk ke dalam pipa penangkap air dan Unit
Sarpalam tetap bersih. Pada bagian awalnya dilengkapi dengan pipa PVC berpori
cabang tiga yang ditanam di dalam kerikil ukuran 2 – 3 cm. Dengan demikian air
yang masuk ke dalam bangunan penangkap air sudah bersih dan terbebas dari
kotoran mengambang.
Bangunan
penangkap air ini juga dilengkapi dengan dua buah keran pengatur dan saringan.
Keran pertama berfungsi sebagai pengatur laju aliran air baku dan keran kedua
berfungsi sebagai keran penguras yang dapat digunakan pada saat pembersihan bak
penangkap air baku. Secara berkala bak penangkap air ini harus dibersihkan.
Untuk memudahkan pembersihan keran pertama harus ditutup dan keran kedua
dibuka, dengan demikian pembersihan akan mudah untuk dilakukan (Gambar 5.19).
c.
Bangunan
Fisik
Unit
ini terdiri secara garis besar terdiri dari tiga bak utama. Bak pertama
berfungsi sebagai tempat masuknya air baku dan penyaring tahap pertama. Beban
penyaringan bak pertama lebih berat dibandingkan bak kedua. Oleh karena itu
dalam standard disain ukuran pasirnya lebih besar sehingga tidak mudah
tersumbat. Sedangkan bak kedua berfungsi sebagai tempat penampungan hasil
penyaringan dari bak pertama dan dilengkapi oleh saringan pasir yang ukurannya
lebih halus. Bak ketiga berfungsi sebagai tempat penampungan hasil proses dari
bak pertama dan kedua. Bak ketiga ini dilengkapi dengan kran pengatur. Air dari
bak ketiga ini siap untuk didistribusikan.
Pada
bak pertama terdapat dua buah kran pengatur yang berfungsi sebagai pengatur
laju aliran yang masuk kedalam unit pengolahan air. Unit Sarpalam Up Flow
merupakan sistem penyaringan ganda, dimana pada bagian tengahnya terbelah
menjadi dua, sehingga apabila satu bagian kotor atau dalam perbaikan, maka
bagian lainnya masih dapat berfungsi.
Untuk
proses pengolahan dengan sistem saringan pasir lambat membutuhkan waktu untuk
tumbuhnya mikrobiologi pada butiran pasirnya, sehingga prosesnya diperkirakan
akan berjalan efektif kurang lebih satu samapi dua bulan kemudian.
d.
Media
Filter
Media
filter yang digunakan dalam Unit Sarpalam Up Flow ini adalah pasir dan
kerikil. Pada bak pertama kerikil yang digunakan adalah ukuran 2-3 cm dan pasirnya
kasar, sedangkan bak kedua kerikilnya sama ukurannya dan pasirnya lebih halus.
Tebal media total adalah 1 meter. Volume media pada bak pertama sebesar 20 m3,
sedangkan pada bak kedua sebesar 30 m3. Kecepatan aliran dari bak pertama
direncanakan adalah 6 m3/m2/hari, sedangkan bak kedua adalah 4 m3/m2/hari.
Dalam pengisian media perlu diperhitungkan penyusutan akibat pencucian dan
pemadatan.
Pengisian
membutuhkan waktu 4 hari dan pencucian 2 hari. Sedangkan pencucian media
menggunakan air baku yang dialirkan dari bagian bawah media. Dalam proses
pencucian media dibantu dengan pompa air berkapasitas 600 liter/menit.
Penggunaan pompa dimaksudkan untuk mempercepat pekerjaan, terutama untuk
menyedot kotoran-kotoran yang mengambang.
e.
Sistem Pencucian dan Air
Limpasan
Media filter dapat tersumpat, terutama
jika air baku terlalu banyak mengandung padatan tersuspensi. Jika hujan besar,
biasanya sungai airnya deras dan airnya keruh. Pada kondisi ini media filter
cepat jenuh dan perlu untuk dilakukan pencucian. Sistem Sarpalam Up Flow dilengkapi
dengan 6 keran pencucian dan dua jalur air limpasan. Keran pencucian berfungsi
sebagai keran penguras untuk membersihkan kotoran yang terdapat pada bagian
dasar media. Pembersihan media sendiri dapat dilakukan dengan memperbesar
aliran masuk, sehingga terjadi aliran yang berlebihan pada butiran pasir dan
biasanya kotoran halusnya akan mengambang. Kotoran yang mengambang akan
terbuang melalui jalur limpasan atau dihisap dengan menggunakan pompa hisap
jika diperlukan. Air buangan hasil pencucian masuk kedalam saluran pembuangan
dan langsung masuk ke selokan di daerah persawahan.
f.
Sistem Distribusi
Jaringan
distribusi utama menggunakan pipa PVC dengan diameter 3 " sepanjang 270 m.
Distribusi dilakukan secara gravitasi.
4.
Kualitas Air
Kualitas air jika
ditinjau dari Permenkes No. 416/Menkes /Per/IX/1990 tentang persyaratan
kualitas air minum sudah baik. Hanya saja bila musim hujan tiba sering terjadi
banjir dan kekeruhannya bertambah. Dalam kondisi banjir keran pengatur laju air
baku dapat dikecilkan, sehingga proses penyaringan tidak dipaksakan dan airnya
hasil olahan lebih jernih. Jika keran pengatur terlalu besar maka pasir pada
saringan pertama atau kedua akan terangkat oleh aliran air. Hasil analisa air
olahan dapat dilihat pada Tabel 5.4.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari hasil percobaan dan
uji coba pilot plant saringan pasir lambat up flow tersebut di atas
dapat disimpulkan beberapa hal antara lain:
a.
Saringan
pasir lambat dengan sistem aliran dari bawah ke atas (up flow) mempunyai
kerugian tekanan (head loss) yang jauh lebih kecil dibanding dengan
sistem aliran dari atas kebawah, ataudengan kata lain sistem sarinagan pasir
lambat up flow memepunyai umur operasi yang lebih lama.
b.
Tidak
memerlukan bahan kimia, sehingga biaya operasinya sangat murah.
c.
Dapat
menghilangkan zat besi, mangan, dan warna serta kekeruhan.
d.
Dapat
menghilangkan ammonia dan polutan organik, karena proses penyaringan berjalan
secara fisika dan biokimia.
e.
Sangat
cocok untuk daerah pedesaan dan proses pengolahan sangat sederhana.
f.
Perawatan
mudah karena pencucian media penyaring (pasir) dilakukan dengan cara membuka
kran penguras, sehingga air hasil saringan yang berada di atas lapisan pasir
berfungsi sebagai air pencuci. Dengan demikian pencucian pasir dapat dilakukan
tanpa pengerukan media pasirnya.
g.
Aspek
yang paling menarik dari sistem saringan pasir lambat adalah pengoperasiannya
sederhana, mudah dan murah. Apabila konstruksi saringan dirancang sesuai dengan
kriteria perencanaan, maka alat ini dapat menghasilkan hasil yang baik dan
murah. Di dalam proses saringan pasir lambat ini selain terjadi penyaringan
secara fisik juga terjadi proses biokimia. Mikroorganisme yang hidup dan
menempel pada permukaan media menyaring dapat menguraikan senyawa organik,
amonium serta senyawa mikro polutan lainnya. Selain itu dengan proses saringan
pasir lambat juga dapat menurunkan zat besi dan mangan yang ada dalam air baku.
Sistem saringan
pasir lambat ini sangat sesuai diterapkan di daerah pedesaan di negara
berkembang, khususnya di Indonesia, karena sistem ini cukup sederhana baik dari
segi konstruksi operasionalnya , serta biaya operasinya sangat murah. Di
samping itu, sistem saringan pasir lambat ini dapat dirancang mulai dari
kapasitas yang kecil sampai kapasitas yang besar.
DAFTAR
PUTSAKA
Idaman, Nusa Said.
Arie Herlambang. Pengolahan Air Bersih
Dengan Proses Saringan Pasir Lambat Up Flow. www. kelair.bppt.go.id_BukuAirMinum.pdf. Diakses tanggal 22 Mei 2017.
0 komentar:
Posting Komentar