Air di wilayah gambut merupakan sumber air
baku yang potensial untuk diolah menjadi air bersih, terutama di daerah-daerah
pedalaman Kalimantan, Sumatera maupun Papua. Secara umum proses/tahapan
pengolahan air gambut tidak berbeda jauh dengan air baku tawar lainnya. Masalah
utama dalam mengolah air gambut berhubungan dengan karakteristik spesifik yang
dimilikinya (Nur, 2012).
Air merupakan kebutuhan pokok bagi
kehidupan manusia. Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu memerlukan air
terutama untuk minum, masak, mandi, mencuci dan sebagainya. Pada saat ini,
persentase penduduk di Indonesia yang sudah mendapatkan pelayanan air bersih
dari badan atau perusahaan air minum masih sangat kecil yaitu untuk daerah
perkotaan sekitar 61%, sedangkan untuk daerah pedesaan baru sekitar 56% (Data
BPS- Susenas, 2014).
Di daerah-daerah yang belum mendapatkan
pelayanan air bersih tersebut, penduduk biasanya menggunakan air sumur galian,
air sungai yang kadang- kadang bahkan sering kali air yang digunakan kurang
memenuhi standard air minum yang sehat. Bahkan untuk daerah yang sangat buruk
kualitas air tanah maupun air sungainya, penduduk hanya menggunakan air hujan
untuk memenuhi kebutuhan air minum. Oleh karena itu di daerah-daerah seperti
ini, persentase penderita penyakit yang disebabkan akibat penggunaan air minum
yang kurang bersih atau kurang memenuhi syarat kesehatan masih sangat tinggi.
Sumatera Selatan merupakan wilayah yang
terdiri dari daerah dataran rendah, berawa dan pasang surut merupakan sumber
air gambut. Oleh pemerintah sebagian dari daerah-daerah tersebut di atas
dijadikan daerah pemukiman transmigrasi, yang kemudian berkembang menjadi
daerah perkebunan dan pedesaan bahkan perkotaan. Namun dalam pengembangannya
daerah ini menghadapi kendala utama yaitu langkahnya air bersih, sehingga untuk
dapat memenuhi kebutuhan akan air sehari-hari masyarakat setempat memanfaatkan
air gambut yang banyak terdapat di daerah tersebut tanpa melalui proses
pengolahan. Air gambut tersebut cukup potensial bila dilihat dari kwantitasnya
untuk dijadikan sebagai sumber air bersih melalui pengolahan terlebih dahulu
(Departemen Kesehatan, 2010).
Dalam rangka penyediaan air minum yang
bersih dan sehat bagi masyarakat pedesaan yang berkualitas, maka perlu
mengenalkan pengetahuan mengenai instalasi pengolahan air minum sederhana
(IPAS) yang murah dan dapat dibuat oleh masyarakat dengan menggunakan bahan
yang ada dipasaran setempat. IPAS ini sengaja dibuat terbatas hanya untuk
pengolahan air gambut. IPAS terdiri dari
alat pengolah air minum yang merupakan paket terdiri dari: tong (tangki),
pengaduk pompa aerasi, dan saringan dari pasir atau disingkat Model TP2AS. Alat
ini dirancang untuk keperluan rumah tangga sedemikian rupa sehingga pembuatan
dan cara pengoperasiannya mudah serta biayanya murah. Cara pengolahannya dengan
menggunakan bahan kimia yaitu hanya dengan tawas dan kapur (gamping). Alat Pengolah Air Minum model TP2AS ini
sangat cocok digunakan untuk pengolahan air minum yang air bakunya mengandung
zat besi dan mangan dan zat organic (air gambut), dengan biaya yang sangat
murah.
1. Apa
yang di maksud dengan air gambut?
2. Apa
saja Karakteristik air gambut?
3. Bagaimana
Pengolahan air gambut menjadi air bersih?
1. Agar
mahasiswa dapat mengetahui pengertian air gambut
2. Agar
mahasiswa dapat mengetahui karakteristik air gambut
3. Agar
mahasiswa dapat mengetahui Pengolahan air gambut menjadi air bersih.
Gambut adalah jenis tanah yang
terbentuk dari akumulasi sisa-sisa tumbuhan yang setengah membusuk. Oleh sebab
itu, kandungan bahan organiknya tinggi. Tanah yang terutama terbentuk di
lahan-lahan basah ini disebut dalam bahasa Inggris sebagai peat; dan
lahan-lahan bergambut di berbagai belahan dunia dikenal dengan aneka nama
seperti bog, moor, muskeg, pocosin, mire,
dan lain-lain. Istilah gambut sendiri diambil dari bahasa daerah Banjar
(Nur, 2012).
Sebagai bahan organik, gambut dapat
dimanfaatkan sebagai sumber energi. Volume gambut di seluruh dunia diperkirakan
sejumlah 4 triliun m³, yang menutupi wilayah sebesar kurang-lebih 3 juta km²
atau sekitar 2% luas daratan di dunia, dan mengandung potensi energi kira-kira
8 miliar terajoule (Naswir, 2009).
Beberapa jenis gambut di Indonesia:
1. Gambut
topogen ialah lapisan tanah gambut yang terbentuk
karena genangan air yang terhambat drainasenya pada tanah-tanah cekung di
belakang pantai, di pedalaman atau di pegunungan. Gambut jenis ini umumnya
tidak begitu dalam, sekitar 4 m saja, tidak begitu asam airnya dan relatif
subur, dengan zat hara yang berasal dari lapisan tanah mineral di dasar
cekungan, air sungai, sisa-sisa tumbuhan, dan air hujan. Gambut topogen relatif
tidak banyak dijumpai.
2. Gambut
ombrogen lebih sering dijumpai, meski semua gambut
ombrogen bermula sebagai gambut topogen. Gambut ombrogen lebih tua umurnya.
Pada umumnya lapisan gambutnya lebih tebal, hingga kedalaman 20 m, dan
permukaan tanah gambutnya lebih tinggi daripada permukaan sungai di dekatnya.
Kandungan unsur hara tanah sangat terbatas, hanya bersumber dari lapisan gambut
dan dari air hujan, sehingga tidak subur. Sungai-sungai atau drainase yang
keluar dari wilayah gambut ombrogen mengalirkan air yang keasamannya tinggi (pH
3,0–4,5), mengandung banyak asam humus dan warnanya coklat kehitaman seperti
warna air teh yang pekat.
Air gambut adalah air yang mencakup daerah
gambut. Karakteristik air gambut adalah intensitas warna yang lebih tinggi
(merah kuning atau kecokelatan). Semakin rendah pH dalam kisaran 2-5, asam,
dengan kandungan organik lebih tinggi dan konsentrasi rendah partikel dan
kation. Kandungan Fe, Al, Na, S dan P lebih tinggi, sedangkan kandungan unsur
mikro dalam lumut gambut adalah B, S, Zn, C, Ag, Au, Ca, Ba, Ti, V, Cu, Mn, dan
Co. (Rustanti,2009).
Air
gambut adalah air permukaan yang banyak terdapat di daerah berawa maupun
dataran rendah terutama di Sumatera dan Kalimantan, yang mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut (Kusnaedi, 2010):
1. Intensitas
warna yang tinggi (berwarna merah kecokelatan),
2. pH
yang rendah,
3. Kandungan
zat organik yang tinggi,
4. Kekeruhan
dan kandungan partikel tersuspensi yang rendah,
5. Kandungan
kation yang rendah.
Warna
coklat kemerahan pada air gambut merupakan akibat dari tingginya kandungan zat
organik (bahan humus) terlarut terutama dalam bentuk asam humus dan turunannya.
Asam humus tersebut berasal dari dekomposisi bahan organik seperti daun, pohon
atau kayu dengan berbagai tingkat dekomposisi, namun secara umum telah mencapai
dekomposisi yang stabil. Warna akan semakin tinggi karena disebabkan oleh
adanya logam besi yang terikat oleh asam-asam organik yang terlarut dalam air
tersebut (Nur, 2012).
Struktur
gambut yang lembut dan mempunyai pori-pori menyebabkannya mudah untuk menahan
air dan air pada lahan gambut tersebut dikenal dengan air gambut. Berdasarkan
sumber airnya, lahan gambut dibedakan menjadi dua yaitu (Nurhasni et al., 2012):
1. Bog
Merupakan
jenis lahan gambut yang sumber airnya berasal dari air hujan dan air permukaan,
karena air hujan mempunyai pH yang agak asam maka setelah bercampur dengan
gambut akan bersifat asam dan warnanya cokelat karena terdapat kandungan
organik.
2. Fen
Merupakan
lahan gambut yang sumber airnya berasal dari air tanah yang biasanya
dikontaminasi oleh mineral sehingga pH air gambut tersebut memiliki pH netral
dan basa. Berdasarkan kelarutannya dalam alkali dan asam, asam humus dibagi
dalam tiga fraksi utama yaitu (Kusnaedi, 2010):
a. Asam
Humat
Asam
humat atau humus dapat didefinisikan sebagai hasil akhir dekomposisi bahan organik
oleh organisme secara aerobik. Ciri-ciri dari asam humus ini antara lain:
1) Asam
ini mempunyai berat molekul 10.000 hingga 100.000 g/mol
2) Merupakan
makromolekul aromatik komplek dengan asam amino, gula amino, peptide, serta
komponen alifatik yang posisinya berada antara kelompok aromatik.
3) Merupakan
bagian dari humus yang bersifat tidak larut dalam air pada kondisi pH < 2
tetapi larut pada pH yang lebih tinggi.
4) Bisa
diekstraksi dari tanah dengan bermacam reagen dan tidak larut dalam larutan
asam.
5) Asam
humat adalah bagian yang paling mudah diekstrak di antara komponen humus
lainnya.
6) Mempunyai
warna yang bervariasi mulai dari cokelat pekat sampai abu-abu pekat.
7) Humus
tanah gambut mengandung lebih banyak asam humat.
8) Asam
humus merupakan senyawa organik yang sangat kompleks, yang secara umum memiliki
ikatan aromatik yang panjang dan nonbiodegradable yang merupakan hasil
oksidasi dari senyawa lignin (gugus fenolik).
b. Asam
Fulvat
Asam fulvat berasal dari kata fulvus
yang berarti kuning, warna dari asam fulvat adalah kuning terang hingga
mendekati cokelat. Asam fulvat merupakan senyawa asam organik alami yang
berasal dari humus, larut dalam air, sering ditemukan dalam air permukaan
dengan berat molecular yang rendah yaitu antara rentang 1000 hingga 10.000. Asam
ini larut dalam air pada berbagai kondisi pH dan sangat rentan terhadap
serangan mikroba. Asam-asam fulvat mengandung atom oksigen dua kali lebih
banyak dari pada asam humat, karena banyaknya gugus karboksil (-COOH) dan
hidroksil (COH) sehingga secara kimia asam fulvat lebih reaktif dibandingkan
senyawa-senyawa humus lainnya.
c. Humin
Kompleks humin dianggap sebagai
molekul paling besar dari senyawa humus karena rentang berat molekulnya
mencapai 100.000 hingga 10.000.000, sedangkan sifat kimia dan fisika humin
belum banyak diketahui (Fitria, 2008). Karakteristik humin adalah berwarna coklat
gelap, tidak larut dalam asam dan basa, dan sangat resisten akan serangan
mikroba, tidak dapat diekstrak oleh asam maupun basa. Perbedaan antara asam
humat, asam fulvat dan humin bisa dijelaskan melalui variasi berat molekul,
keberadaan grup fungsional seperti karboksil dan fenolik dengan tingkat polimerisasi.
Bahan organik tanah dan tanaman berada dalam bentuk koloid. Berdasarkan
kemudahan berikatan dengan air, maka bahan organik dapat dibedakan atas
hidrofobik (tidak suka air) dan hidrofilik (suka air). Koloid hidrofobik dapat
diflokulasi, sedangan koloid hidrofilik biasanya tidak. Koloid tanaman
kebanyakan bersifat hidrofilik sehingga sulit untuk dikoagulasi secara
konvensional (Fitria, 2008).
Karakteristik air gambut seperti
yang telah disebutkan di atas menunjukkan bahwa air gambut kurang menguntungkan
untuk dijadikan air minum bagi masyarakat di daerah berawa. Namun karena jumlah
air gambut tersebut sangat banyak dan dominan berada di daerah tersebut maka
harus bisa menjadi alternatif sumber air minum masyarakat. Kondisi yang kurang
menguntungkan dari segi kesehatan adalah sebagai berikut (Cahyana, 2009):
a.
Kadar keasaman
pH yang rendah dapat menyebabkan kerusakan gigi dan sakit perut.
b.
Kandungan
organik yang tinggi dapat menjadi sumber makanan bagi mikroorganisme dalam air,
sehingga dapat menimbulkan bau apabila bahan organik tersebut terurai secara
biologi.
c.
Apabila dalam
pengolahan air gambut tersebut digunakan klor sebagai desinfektan, akan
terbentuk trihalometan seperti senyawa argonoklor yang dapat bersifat
karsinogenik (kelarutan logam dalam air semakin tinggi bila pH semakin rendah).
d.
Ikatannya yang
kuat dengan logam (Besi dan Mangan) menyebabkan kandungan logam dalam air
tinggi dan dapat menimbulkan kematian jika dikonsumsi secara terus-menerus.
Berdasarkan
pada pengetahuan tentang penyebab dan kandungan warna pada air gambut dan
sifat-sifatnya, maka proses dan metode pengolahan yang dapat diterapkan untuk
mengolah air berwarna menjadi air bersih adalah dengan proses pengolahan terdiri dari beberapa tahap yaitu: Netralisasi
dengan pemberian kapur/gamping, Aerasi dengan pemompaan udara, Koagulasi dengan
pemberian tawas, Pengendapan, Penyaringan.
1.
Netralisasi
Yang dimaksud dengan
netralisasi adalah mengatur keasaman air agar menjadi netral (pH 7 - 8). Untuk
air yang bersifat asam misalnya air gambut (pH berkisar 2.4–4), yang paling
murah dan mudah adalah dengan pemberian kapur/gamping. Fungsi dari pemberian
kapur, disamping untuk menetralkan air baku yang bersifat asam juga untuk
membantu efektifitas proses selanjutnya.
2.
Aerasi
Yang dimaksud dengan aerasi
yaitu mengontakkan udara dengan air baku agar kandungan zat besi (Fe) dan
Mangan (Mn) yang ada dalam air baku bereaksi dengan Oksigen yang ada dalam
udara membentuk senyawa besi dan senyawa Mangan yang dapat diendapkan. Disamping
itu proses aerasi juga berfungsi untuk menghilangkan gas-gas beracun yang tak
diinginkan misalnya gas H2S, Methan, Carbon Dioksida dan gas-gas racun
lainnya. secara teoritis dapat dihitung bahwa untuk 1 ppm Oksigen dapat
mengoksidasi 6.98 ppm ion Fe. Reaksi oksidasi ini dapat dipengaruhi antara
lain: jumlah
Oksigen yang bereaksi, dalam hal ini dipengaruhi oleh jumlah udara yang
dikontakkan dengan air serta luas kontak antara gelembung udara dengan
permukaan air. Jadi makin merata dan makin kecil gelembung udara yang
dihembuskan kedalam air bakunya, maka oksigen yang bereaksi makin besar. Faktor
lain yang sangat mempengaruhi reaksi oksidasi besi dengan Oksigen dari
udara adalah derajat keasaman atau pH air. Reaksi oksidasi ini sangat efektif
pada pH air lebih besar 7 (tujuh). Oleh karena itu sebelum aerasi dilakukan,
maka pH air baku harus dinaikkan sampai mencapai pH 8. Hal ini dimaksudkan agar
pH air tidak menyimpang dari pH standard untuk air minum yaitu pH 6.5 - pH 8.5.
Oksidasi Mangan dengan Oksigen dari udara tidak seefektif untuk besi, tetapi
jika kadar Mangan tidak terlalu tinggi maka sebagaian Mangan dapat juga
teroksidasi dan terendapkan.
3.
Koagulasi
Koagulasi adalah proses
pembubuhan bahan kimia ke dalam air agar kotoran dalam air yang berupa padatan
tersuspensi, misalnya zat warna organik, lumpur halus bakteri dan lain-lain
dapat menggumpal dan cepat mengendap. Cara yang paling mudah dan murah adalah
dengan pembubuhan tawas (alum) atau rumus kimianya Al2(SO4)3.18 H2O (berupa
kristal berwarna putih). Pengendapan kotoran dapat terjadi karena pembentukan Alumunium
Hidroksida, Al(OH)3 yang berupa partikel padat yang akan menarik
partikel-partikel kotoran sehingga menggumpal bersama-sama, menjadi besar dan
berat dan segera dapat mengendap. Cara pembubuhan tawas dapat dilakukan sebagai
berikut yaitu:
a. Sejumlah tawas/ alum dilarutkan dalam air kemudian dimasukkan
kedalam air baku lalu diaduk dengan cepat hingga merata selama kurang lebih 2
menit,
b. Setelah itu kecepatan pengadukkan dikurangi sedemikian rupa
agar terbentuk gumpalan-gumpalan kotoran akibat bergabungnya kotoran
tersuspensi yang ada dalam air baku.
c. Setelah itu dibiarkan beberapa saat sehingga gumpalan kotoran
atau disebut flok tumbuh menjadi besar dan berat dan cepat mengendap.
4.
Pengendapan
Setelah proses koagulasi air
tersebut didiamkan sampai gumpalan kotoran yang terjadi mengendap semua (+
45-60 menit). Setelah kotoran mengendap air menjadi tampak lebih jernih.
Endapan yang terkumpul didasar tangki dapat dibersihkan dengan membuka kran penguras
yang terdapat di bawah tangki.
5.
Penyaringan
Pada proses pengendapan, tidak
semua gumpalan kotoran dapat diendapkan semua. Butiran gumpalan kotoran dengan
ukuran yang besar dan berat akan mengendap, sedangkan yang berukuran kecil dan
ringan masih melayang-layang dalam air. Untuk mendapatkan air yang betul-betul
jernih harus dilakukan proses penyaringan. Penyaringan dilakukan dengan
mengalirkan air yang telah diendapkan kotorannya ke bak penyaring yang terdiri
dari saringan pasir.
6. Peralatan
Peralatan
yang digunakan terdiri dari tong, pengaduk, pompa aerasi, dan saringan dari
pasir. Kegunaan dari masing-masing peralatan adalah sebagai berikut:
a. Tong/Tangki
Penampung
Tong
berupa dari drum plastik dengan volume 220 liter. Drum tersebut dilengkapi
dengan dua buah kran yaitu untuk mengalirkan air ke bak penyaring dan untuk
saluran penguras. Pada dasar drum sebelah dalam diplester dengan semen sehingga
berbentuk seperti kerucut untuk memudahkan pengurasan. Selain itu dapat juga
menggunakan tangki fiber glass volume 550 liter yang dilengkapi dengan kran
pengeluaran lumpur. Tong atau tangki penampung dapat juga dibuat dari bahan
yang lain misalnya dari tong bekas minyak volume 200 liter atau dari bahan
gerabah. Fungsi dari drum adalah untuk menampung air baku, untuk proses aerasi
atau penghembusan dengan udara, untuk proses koagulasi dan flokulasi serta
untuk pengendapan.
b.Pompa Aerasi
Pompa aerasi
terdiri dari pompa tekan (pompa sepeda) dengan penampang 5 cm, tinggi tabung 50
cm. Jika ada pompa yang lebih modern dan otomatis lebih baik. Fungsi pompa
adalah untuk menghembuskan udara kedalam air baku agar zat besi atau mangan
yang terlarut dalam air baku bereaksi dengan Oksigen yang ada dalam udara
membentuk oksida besi atau oksida mangan yang dapat diendapkan. Pompa tersebut
dihubungkan dengan pipa aerator untuk menyebarkan udara yang dihembuskan oleh
pompa ke dalam air baku. Pipa aerator terbuat dari selang plastik dengan
penampang 0.8 cm, yang dibentuk seperti spiral dan permukaannya dibuat
berlubang-lubang, jarak tiap lubang + 2 cm.
c. Bak
Penyaring
Bak Penyaring terdiri dari bak
plastik berbentuk kotak dengan tinggi 40 cm dan luas penampang 25x25 cm2 serta
dilengkapi dengan sebuah keran disebelah bawah. Untuk media penyaring digunakan
pasir, kerikil, arang dan ijuk. Susunan media penyaring media penyaring dari
yang paling dasar keatas adalah sebagai berikut:
Lapisan 1: kerikil atau koral dengan
diameter 1-3 cm, tebal 5 cm.
Lapisan 2: ijuk dengan ketebalan 5
cm.
Lapisan 3: arang kayu, ketebalan 5-10
cm.
Lapisan 4: kerikil kecil diameter + 5
mm, ketebalan + 5 cm.
Lapisan 5: pasirsilika, diameter +
0,5 mm, ketebalan 10-15 cm.
Lapisan 6: kerikil, diameter 3 cm,
tebal 3-6 cm.
Diantara
Lapisan 4 dan 5, dan Lapisan 5 dan 6, dapat diberi spons atau kasa plastik
untuk memudahkan pada waktu melakukan pencucian saringan.
7. Bahan
Kimia
Bahan
kimia yang diperlukan antara lain: tawas, kapur tohor dan kaporit bubuk.
8. Cara
Pembuatan
a. Masukkan
air baku kedalam tangki penampung sampai hampir penuh (550 liter).
b. Larutkan
60-80 gram bubuk kapur / gamping (4-6 sendok makan) ke dalam ember kecil yang
berisi air baku, kemudian masukkan ke dalam tangki dan aduk sampai merata.
c. Masukkan
slang aerasi ke dalam tangki sampai ke dasarnya dan lakukan pemompaan sebanyak
50-100 kali. setelah itu angkat kembali slang aerasi.
d. Larutkan
60-80 gram bubuk tawas (4-6 sendok makan) ke dalam ember kecil, lalu masukkan
ke dalam air baku yang telah diaerasi. Aduk secara cepat dengan arah yang
putaran yang sama selama 1-2 menit. Setelah itu pengaduk diangkat dan biarkan
air dalam tangki berputar sampai berhenti dengan sendirinya dan biarkan selama
45-60 menit.
e. Buka
kran penguras untuk mengelurakan endapan kotoran yang terjadi, kemudian tutup
kembali.
f. Buka
kran pengeluaran dan alirkan ke bak penyaring. Buka kran saringan dan usahakan
air dalam saringan tidak meluap.
g. Tampung
air olahan (air bersih) dan simpan ditempat yang bersih.
Gambut merupakan
jenis tanah yang terbentuk dari akumulasi sisa-sisa tumbuhan yang setengah
membusuk sehingga kandungan bahan organiknya tinggi. Air gambut adalah air
permukaan yang banyak terdapat di daerah berawa maupun dataran rendah terutama
di Sumatera dan Kalimantan, yang mempunyai ciri-ciri berwarna merah kecokelatan, pH yang rendah, Kandungan
zat organik yang tinggi, Kekeruhan
dan kandungan partikel tersuspensi yang rendah, Kandungan
kation yang rendah.
Proses
pengolahan air gambut antara lain netralisasi,aerasi, koagulasi, pengendapan, dan
penyaringan. Kemudian menyiapkan peralatan, bahan kimia dan selanjutnya memproses
air gambut dengan alat penjernih.
Menampung air olahan (air bersih) dan simpan
ditempat yang bersih. Jika digunakan untuk minum sebaiknya dimasak terlebih
dahulu.
Sudjono Priana.dkk.
2012,Penelitian masalah lingkungan di Indonesia,ISSN No.2088-4818
Tim IPEHIJAU, 2016, Buku
Manual Air Gambut & Pengolahannya, Jakarta
0 komentar:
Posting Komentar