Sabtu, 16 Desember 2017

MAKALAH PENGOLAHAN AIR GAMBUT MENJADI AIR BERSIH

Air di wilayah gambut merupakan sumber air baku yang potensial untuk diolah menjadi air bersih, terutama di daerah-daerah pedalaman Kalimantan, Sumatera maupun Papua. Secara umum proses/tahapan pengolahan air gambut tidak berbeda jauh dengan air baku tawar lainnya. Masalah utama dalam mengolah air gambut berhubungan dengan karakteristik spesifik yang dimilikinya (Nur, 2012).

Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu memerlukan air terutama untuk minum, masak, mandi, mencuci dan sebagainya. Pada saat ini, persentase penduduk di Indonesia yang sudah mendapatkan pelayanan air bersih dari badan atau perusahaan air minum masih sangat kecil yaitu untuk daerah perkotaan sekitar 61%, sedangkan untuk daerah pedesaan baru sekitar 56% (Data BPS- Susenas, 2014).
Di daerah-daerah yang belum mendapatkan pelayanan air bersih tersebut, penduduk biasanya menggunakan air sumur galian, air sungai yang kadang- kadang bahkan sering kali air yang digunakan kurang memenuhi standard air minum yang sehat. Bahkan untuk daerah yang sangat buruk kualitas air tanah maupun air sungainya, penduduk hanya menggunakan air hujan untuk memenuhi kebutuhan air minum. Oleh karena itu di daerah-daerah seperti ini, persentase penderita penyakit yang disebabkan akibat penggunaan air minum yang kurang bersih atau kurang memenuhi syarat kesehatan masih sangat tinggi.
Sumatera Selatan merupakan wilayah yang terdiri dari daerah dataran rendah, berawa dan pasang surut merupakan sumber air gambut. Oleh pemerintah sebagian dari daerah-daerah tersebut di atas dijadikan daerah pemukiman transmigrasi, yang kemudian berkembang menjadi daerah perkebunan dan pedesaan bahkan perkotaan. Namun dalam pengembangannya daerah ini menghadapi kendala utama yaitu langkahnya air bersih, sehingga untuk dapat memenuhi kebutuhan akan air sehari-hari masyarakat setempat memanfaatkan air gambut yang banyak terdapat di daerah tersebut tanpa melalui proses pengolahan. Air gambut tersebut cukup potensial bila dilihat dari kwantitasnya untuk dijadikan sebagai sumber air bersih melalui pengolahan terlebih dahulu (Departemen Kesehatan, 2010).
Dalam rangka penyediaan air minum yang bersih dan sehat bagi masyarakat pedesaan yang berkualitas, maka perlu mengenalkan pengetahuan mengenai instalasi pengolahan air minum sederhana (IPAS) yang murah dan dapat dibuat oleh masyarakat dengan menggunakan bahan yang ada dipasaran setempat. IPAS ini sengaja dibuat terbatas hanya untuk pengolahan air gambut.  IPAS terdiri dari alat pengolah air minum yang merupakan paket terdiri dari: tong (tangki), pengaduk pompa aerasi, dan saringan dari pasir atau disingkat Model TP2AS. Alat ini dirancang untuk keperluan rumah tangga sedemikian rupa sehingga pembuatan dan cara pengoperasiannya mudah serta biayanya murah. Cara pengolahannya dengan menggunakan bahan kimia yaitu hanya dengan tawas dan kapur (gamping).  Alat Pengolah Air Minum model TP2AS ini sangat cocok digunakan untuk pengolahan air minum yang air bakunya mengandung zat besi dan mangan dan zat organic (air gambut), dengan biaya yang sangat murah.
1.    Apa yang di maksud dengan air gambut?
2.    Apa saja Karakteristik air gambut?
3.    Bagaimana Pengolahan air gambut menjadi air bersih?

1.    Agar mahasiswa dapat mengetahui pengertian air gambut
2.    Agar mahasiswa dapat mengetahui karakteristik air gambut
3.    Agar mahasiswa dapat mengetahui Pengolahan air gambut menjadi air bersih.








Gambut adalah jenis tanah yang terbentuk dari akumulasi sisa-sisa tumbuhan yang setengah membusuk. Oleh sebab itu, kandungan bahan organiknya tinggi. Tanah yang terutama terbentuk di lahan-lahan basah ini disebut dalam bahasa Inggris sebagai peat; dan lahan-lahan bergambut di berbagai belahan dunia dikenal dengan aneka nama seperti bog, moor, muskeg, pocosin, mire, dan lain-lain. Istilah gambut sendiri diambil dari bahasa daerah Banjar (Nur, 2012).
 Sebagai bahan organik, gambut dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Volume gambut di seluruh dunia diperkirakan sejumlah 4 triliun m³, yang menutupi wilayah sebesar kurang-lebih 3 juta km² atau sekitar 2% luas daratan di dunia, dan mengandung potensi energi kira-kira 8 miliar terajoule (Naswir, 2009).
Beberapa jenis gambut di Indonesia:
1.    Gambut topogen ialah lapisan tanah gambut yang terbentuk karena genangan air yang terhambat drainasenya pada tanah-tanah cekung di belakang pantai, di pedalaman atau di pegunungan. Gambut jenis ini umumnya tidak begitu dalam, sekitar 4 m saja, tidak begitu asam airnya dan relatif subur, dengan zat hara yang berasal dari lapisan tanah mineral di dasar cekungan, air sungai, sisa-sisa tumbuhan, dan air hujan. Gambut topogen relatif tidak banyak dijumpai.
2.    Gambut ombrogen lebih sering dijumpai, meski semua gambut ombrogen bermula sebagai gambut topogen. Gambut ombrogen lebih tua umurnya. Pada umumnya lapisan gambutnya lebih tebal, hingga kedalaman 20 m, dan permukaan tanah gambutnya lebih tinggi daripada permukaan sungai di dekatnya. Kandungan unsur hara tanah sangat terbatas, hanya bersumber dari lapisan gambut dan dari air hujan, sehingga tidak subur. Sungai-sungai atau drainase yang keluar dari wilayah gambut ombrogen mengalirkan air yang keasamannya tinggi (pH 3,0–4,5), mengandung banyak asam humus dan warnanya coklat kehitaman seperti warna air teh yang pekat.
Air gambut adalah air yang mencakup daerah gambut. Karakteristik air gambut adalah intensitas warna yang lebih tinggi (merah kuning atau kecokelatan). Semakin rendah pH dalam kisaran 2-5, asam, dengan kandungan organik lebih tinggi dan konsentrasi rendah partikel dan kation. Kandungan Fe, Al, Na, S dan P lebih tinggi, sedangkan kandungan unsur mikro dalam lumut gambut adalah B, S, Zn, C, Ag, Au, Ca, Ba, Ti, V, Cu, Mn, dan Co. (Rustanti,2009).
Air gambut adalah air permukaan yang banyak terdapat di daerah berawa maupun dataran rendah terutama di Sumatera dan Kalimantan, yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut (Kusnaedi, 2010):
1.    Intensitas warna yang tinggi (berwarna merah kecokelatan),
2.    pH yang rendah,
3.    Kandungan zat organik yang tinggi,
4.    Kekeruhan dan kandungan partikel tersuspensi yang rendah,
5.    Kandungan kation yang rendah.
Warna coklat kemerahan pada air gambut merupakan akibat dari tingginya kandungan zat organik (bahan humus) terlarut terutama dalam bentuk asam humus dan turunannya. Asam humus tersebut berasal dari dekomposisi bahan organik seperti daun, pohon atau kayu dengan berbagai tingkat dekomposisi, namun secara umum telah mencapai dekomposisi yang stabil. Warna akan semakin tinggi karena disebabkan oleh adanya logam besi yang terikat oleh asam-asam organik yang terlarut dalam air tersebut (Nur, 2012).
Struktur gambut yang lembut dan mempunyai pori-pori menyebabkannya mudah untuk menahan air dan air pada lahan gambut tersebut dikenal dengan air gambut. Berdasarkan sumber airnya, lahan gambut dibedakan menjadi dua yaitu (Nurhasni et al., 2012):
1.    Bog
Merupakan jenis lahan gambut yang sumber airnya berasal dari air hujan dan air permukaan, karena air hujan mempunyai pH yang agak asam maka setelah bercampur dengan gambut akan bersifat asam dan warnanya cokelat karena terdapat kandungan organik.
2.     Fen
Merupakan lahan gambut yang sumber airnya berasal dari air tanah yang biasanya dikontaminasi oleh mineral sehingga pH air gambut tersebut memiliki pH netral dan basa. Berdasarkan kelarutannya dalam alkali dan asam, asam humus dibagi dalam tiga fraksi utama yaitu (Kusnaedi, 2010):
a.    Asam Humat
Asam humat atau humus dapat didefinisikan sebagai hasil akhir dekomposisi bahan organik oleh organisme secara aerobik. Ciri-ciri dari asam humus ini antara lain:
1)   Asam ini mempunyai berat molekul 10.000 hingga 100.000 g/mol
2)   Merupakan makromolekul aromatik komplek dengan asam amino, gula amino, peptide, serta komponen alifatik yang posisinya berada antara kelompok aromatik.
3)   Merupakan bagian dari humus yang bersifat tidak larut dalam air pada kondisi pH < 2 tetapi larut pada pH yang lebih tinggi.
4)   Bisa diekstraksi dari tanah dengan bermacam reagen dan tidak larut dalam larutan asam.
5)   Asam humat adalah bagian yang paling mudah diekstrak di antara komponen humus lainnya.
6)   Mempunyai warna yang bervariasi mulai dari cokelat pekat sampai abu-abu pekat.
7)   Humus tanah gambut mengandung lebih banyak asam humat.
8)   Asam humus merupakan senyawa organik yang sangat kompleks, yang secara umum memiliki ikatan aromatik yang panjang dan nonbiodegradable yang merupakan hasil oksidasi dari senyawa lignin (gugus fenolik).
b.    Asam Fulvat
Asam fulvat berasal dari kata fulvus yang berarti kuning, warna dari asam fulvat adalah kuning terang hingga mendekati cokelat. Asam fulvat merupakan senyawa asam organik alami yang berasal dari humus, larut dalam air, sering ditemukan dalam air permukaan dengan berat molecular yang rendah yaitu antara rentang 1000 hingga 10.000. Asam ini larut dalam air pada berbagai kondisi pH dan sangat rentan terhadap serangan mikroba. Asam-asam fulvat mengandung atom oksigen dua kali lebih banyak dari pada asam humat, karena banyaknya gugus karboksil (-COOH) dan hidroksil (COH) sehingga secara kimia asam fulvat lebih reaktif dibandingkan senyawa-senyawa humus lainnya.
c.    Humin
Kompleks humin dianggap sebagai molekul paling besar dari senyawa humus karena rentang berat molekulnya mencapai 100.000 hingga 10.000.000, sedangkan sifat kimia dan fisika humin belum banyak diketahui (Fitria, 2008). Karakteristik humin adalah berwarna coklat gelap, tidak larut dalam asam dan basa, dan sangat resisten akan serangan mikroba, tidak dapat diekstrak oleh asam maupun basa. Perbedaan antara asam humat, asam fulvat dan humin bisa dijelaskan melalui variasi berat molekul, keberadaan grup fungsional seperti karboksil dan fenolik dengan tingkat polimerisasi. Bahan organik tanah dan tanaman berada dalam bentuk koloid. Berdasarkan kemudahan berikatan dengan air, maka bahan organik dapat dibedakan atas hidrofobik (tidak suka air) dan hidrofilik (suka air). Koloid hidrofobik dapat diflokulasi, sedangan koloid hidrofilik biasanya tidak. Koloid tanaman kebanyakan bersifat hidrofilik sehingga sulit untuk dikoagulasi secara konvensional (Fitria, 2008).
Karakteristik air gambut seperti yang telah disebutkan di atas menunjukkan bahwa air gambut kurang menguntungkan untuk dijadikan air minum bagi masyarakat di daerah berawa. Namun karena jumlah air gambut tersebut sangat banyak dan dominan berada di daerah tersebut maka harus bisa menjadi alternatif sumber air minum masyarakat. Kondisi yang kurang menguntungkan dari segi kesehatan adalah sebagai berikut (Cahyana, 2009):
a.    Kadar keasaman pH yang rendah dapat menyebabkan kerusakan gigi dan sakit perut.
b.    Kandungan organik yang tinggi dapat menjadi sumber makanan bagi mikroorganisme dalam air, sehingga dapat menimbulkan bau apabila bahan organik tersebut terurai secara biologi.
c.    Apabila dalam pengolahan air gambut tersebut digunakan klor sebagai desinfektan, akan terbentuk trihalometan seperti senyawa argonoklor yang dapat bersifat karsinogenik (kelarutan logam dalam air semakin tinggi bila pH semakin rendah).
d.    Ikatannya yang kuat dengan logam (Besi dan Mangan) menyebabkan kandungan logam dalam air tinggi dan dapat menimbulkan kematian jika dikonsumsi secara terus-menerus.
Berdasarkan pada pengetahuan tentang penyebab dan kandungan warna pada air gambut dan sifat-sifatnya, maka proses dan metode pengolahan yang dapat diterapkan untuk mengolah air berwarna menjadi air bersih adalah dengan proses pengolahan terdiri dari beberapa tahap yaitu: Netralisasi dengan pemberian kapur/gamping, Aerasi dengan pemompaan udara, Koagulasi dengan pemberian tawas, Pengendapan, Penyaringan.
1.    Netralisasi
Yang dimaksud dengan netralisasi adalah mengatur keasaman air agar menjadi netral (pH 7 - 8). Untuk air yang bersifat asam misalnya air gambut (pH berkisar 2.4–4), yang paling murah dan mudah adalah dengan pemberian kapur/gamping. Fungsi dari pemberian kapur, disamping untuk menetralkan air baku yang bersifat asam juga untuk membantu efektifitas proses selanjutnya.
2.    Aerasi
Yang dimaksud dengan aerasi yaitu mengontakkan udara dengan air baku agar kandungan zat besi (Fe) dan Mangan (Mn) yang ada dalam air baku bereaksi dengan Oksigen yang ada dalam udara membentuk senyawa besi dan senyawa Mangan yang dapat diendapkan. Disamping itu proses aerasi juga berfungsi untuk menghilangkan gas-gas beracun yang tak diinginkan misalnya gas H2S, Methan, Carbon Dioksida dan gas-gas racun lainnya. secara teoritis dapat dihitung bahwa untuk 1 ppm Oksigen dapat mengoksidasi 6.98 ppm ion Fe. Reaksi oksidasi ini dapat dipengaruhi antara lain: jumlah Oksigen yang bereaksi, dalam hal ini dipengaruhi oleh jumlah udara yang dikontakkan dengan air serta luas kontak antara gelembung udara dengan permukaan air. Jadi makin merata dan makin kecil gelembung udara yang dihembuskan kedalam air bakunya, maka oksigen yang bereaksi makin besar. Faktor lain yang sangat mempengaruhi reaksi oksidasi besi dengan Oksigen dari udara adalah derajat keasaman atau pH air. Reaksi oksidasi ini sangat efektif pada pH air lebih besar 7 (tujuh). Oleh karena itu sebelum aerasi dilakukan, maka pH air baku harus dinaikkan sampai mencapai pH 8. Hal ini dimaksudkan agar pH air tidak menyimpang dari pH standard untuk air minum yaitu pH 6.5 - pH 8.5. Oksidasi Mangan dengan Oksigen dari udara tidak seefektif untuk besi, tetapi jika kadar Mangan tidak terlalu tinggi maka sebagaian Mangan dapat juga teroksidasi dan terendapkan.
3.    Koagulasi
Koagulasi adalah proses pembubuhan bahan kimia ke dalam air agar kotoran dalam air yang berupa padatan tersuspensi, misalnya zat warna organik, lumpur halus bakteri dan lain-lain dapat menggumpal dan cepat mengendap. Cara yang paling mudah dan murah adalah dengan pembubuhan tawas (alum) atau rumus kimianya Al2(SO4)3.18 H2O (berupa kristal berwarna putih). Pengendapan kotoran dapat terjadi karena pembentukan Alumunium Hidroksida, Al(OH)3 yang berupa partikel padat yang akan menarik partikel-partikel kotoran sehingga menggumpal bersama-sama, menjadi besar dan berat dan segera dapat mengendap. Cara pembubuhan tawas dapat dilakukan sebagai berikut yaitu:
                  a.     Sejumlah tawas/ alum dilarutkan dalam air kemudian dimasukkan kedalam air baku lalu diaduk dengan cepat hingga merata selama kurang lebih 2 menit,
                  b.     Setelah itu kecepatan pengadukkan dikurangi sedemikian rupa agar terbentuk gumpalan-gumpalan kotoran akibat bergabungnya kotoran tersuspensi yang ada dalam air baku.
                  c.     Setelah itu dibiarkan beberapa saat sehingga gumpalan kotoran atau disebut flok tumbuh menjadi besar dan berat dan cepat mengendap.
4.    Pengendapan
Setelah proses koagulasi air tersebut didiamkan sampai gumpalan kotoran yang terjadi mengendap semua (+ 45-60 menit). Setelah kotoran mengendap air menjadi tampak lebih jernih. Endapan yang terkumpul didasar tangki dapat dibersihkan dengan membuka kran penguras yang terdapat di bawah tangki.
5.    Penyaringan
Pada proses pengendapan, tidak semua gumpalan kotoran dapat diendapkan semua. Butiran gumpalan kotoran dengan ukuran yang besar dan berat akan mengendap, sedangkan yang berukuran kecil dan ringan masih melayang-layang dalam air. Untuk mendapatkan air yang betul-betul jernih harus dilakukan proses penyaringan. Penyaringan dilakukan dengan mengalirkan air yang telah diendapkan kotorannya ke bak penyaring yang terdiri dari saringan pasir.
6.    Peralatan
Peralatan yang digunakan terdiri dari tong, pengaduk, pompa aerasi, dan saringan dari pasir. Kegunaan dari masing-masing peralatan adalah sebagai berikut:
              a.     Tong/Tangki Penampung
Tong berupa dari drum plastik dengan volume 220 liter. Drum tersebut dilengkapi dengan dua buah kran yaitu untuk mengalirkan air ke bak penyaring dan untuk saluran penguras. Pada dasar drum sebelah dalam diplester dengan semen sehingga berbentuk seperti kerucut untuk memudahkan pengurasan. Selain itu dapat juga menggunakan tangki fiber glass volume 550 liter yang dilengkapi dengan kran pengeluaran lumpur. Tong atau tangki penampung dapat juga dibuat dari bahan yang lain misalnya dari tong bekas minyak volume 200 liter atau dari bahan gerabah. Fungsi dari drum adalah untuk menampung air baku, untuk proses aerasi atau penghembusan dengan udara, untuk proses koagulasi dan flokulasi serta untuk pengendapan.
             b.Pompa Aerasi
Pompa aerasi terdiri dari pompa tekan (pompa sepeda) dengan penampang 5 cm, tinggi tabung 50 cm. Jika ada pompa yang lebih modern dan otomatis lebih baik. Fungsi pompa adalah untuk menghembuskan udara kedalam air baku agar zat besi atau mangan yang terlarut dalam air baku bereaksi dengan Oksigen yang ada dalam udara membentuk oksida besi atau oksida mangan yang dapat diendapkan. Pompa tersebut dihubungkan dengan pipa aerator untuk menyebarkan udara yang dihembuskan oleh pompa ke dalam air baku. Pipa aerator terbuat dari selang plastik dengan penampang 0.8 cm, yang dibentuk seperti spiral dan permukaannya dibuat berlubang-lubang, jarak tiap lubang + 2 cm.
             c.     Bak Penyaring
Bak Penyaring terdiri dari bak plastik berbentuk kotak dengan tinggi 40 cm dan luas penampang 25x25 cm2 serta dilengkapi dengan sebuah keran disebelah bawah. Untuk media penyaring digunakan pasir, kerikil, arang dan ijuk. Susunan media penyaring media penyaring dari yang paling dasar keatas adalah sebagai berikut:
Lapisan 1: kerikil atau koral dengan diameter 1-3 cm, tebal 5 cm.
Lapisan 2: ijuk dengan ketebalan 5 cm.
Lapisan 3: arang kayu, ketebalan 5-10 cm.
Lapisan 4: kerikil kecil diameter + 5 mm, ketebalan + 5 cm.
Lapisan 5: pasirsilika, diameter + 0,5 mm, ketebalan 10-15 cm.
Lapisan 6: kerikil, diameter 3 cm, tebal 3-6 cm.
Diantara Lapisan 4 dan 5, dan Lapisan 5 dan 6, dapat diberi spons atau kasa plastik untuk memudahkan pada waktu melakukan pencucian saringan.
7.    Bahan Kimia
Bahan kimia yang diperlukan antara lain: tawas, kapur tohor dan kaporit bubuk.
8.    Cara Pembuatan
a.     Masukkan air baku kedalam tangki penampung sampai hampir penuh (550 liter).
b.     Larutkan 60-80 gram bubuk kapur / gamping (4-6 sendok makan) ke dalam ember kecil yang berisi air baku, kemudian masukkan ke dalam tangki dan aduk sampai merata.
c.     Masukkan slang aerasi ke dalam tangki sampai ke dasarnya dan lakukan pemompaan sebanyak 50-100 kali. setelah itu angkat kembali slang aerasi.
d.     Larutkan 60-80 gram bubuk tawas (4-6 sendok makan) ke dalam ember kecil, lalu masukkan ke dalam air baku yang telah diaerasi. Aduk secara cepat dengan arah yang putaran yang sama selama 1-2 menit. Setelah itu pengaduk diangkat dan biarkan air dalam tangki berputar sampai berhenti dengan sendirinya dan biarkan selama 45-60 menit.
e.     Buka kran penguras untuk mengelurakan endapan kotoran yang terjadi, kemudian tutup kembali.
f.      Buka kran pengeluaran dan alirkan ke bak penyaring. Buka kran saringan dan usahakan air dalam saringan tidak meluap.
g.    Tampung air olahan (air bersih) dan simpan ditempat yang bersih.





















Gambut merupakan jenis tanah yang terbentuk dari akumulasi sisa-sisa tumbuhan yang setengah membusuk sehingga kandungan bahan organiknya tinggi. Air gambut adalah air permukaan yang banyak terdapat di daerah berawa maupun dataran rendah terutama di Sumatera dan Kalimantan, yang mempunyai ciri-ciri berwarna merah kecokelatan, pH yang rendah, Kandungan zat organik yang tinggi, Kekeruhan dan kandungan partikel tersuspensi yang rendah, Kandungan kation yang rendah.
Proses pengolahan air gambut antara lain netralisasi,aerasi, koagulasi, pengendapan, dan penyaringan. Kemudian menyiapkan peralatan, bahan kimia dan selanjutnya memproses air gambut dengan alat penjernih.

Menampung air olahan (air bersih) dan simpan ditempat yang bersih. Jika digunakan untuk minum sebaiknya dimasak terlebih dahulu.















Sudjono Priana.dkk. 2012,Penelitian masalah lingkungan di Indonesia,ISSN No.2088-4818

Tim IPEHIJAU, 2016, Buku Manual Air Gambut & Pengolahannya, Jakarta

0 komentar:

Posting Komentar